Tacca palmata

Tacca palmata
freelance

Jumat, 11 Juni 2010

mikrobiologi ( pewarnaan)

PENDAHULUAN

 

 

1.1  Latar Belakang

Bakteri merupakan organisme yang memiliki morfologi bentuk tubuh dasar yang pada umumnya mirip satu sama lain dengan struktur tambahan yang berbeda-beda. Sel bakteri jika diamati dengan mata biasa sangatlah sulit karena ukurunnya yang sangat mikroskopik, untuk itu digunakan mikroskop untuk membantu dalam  mengamati morfologi dan mengidentifikasinya.

Jika dibuat preparat ulas tanpa pewarnaan, sel bakteri sulit terlihat karena bentuk selnya yang transparan dan bermacam-macam. Bakteri juga memiliki sifat yang dapat diabsorbsi oleh zat-zat tertentu. Dalam laboratorium mikrobiologi sifat-sifat tersebut digunakan untuk mengamati bakteri, karena sifat yang dapat menyerap suatu zat yang bersifat asam atau basa yang dapat memberikan suatu warna baik itu pada sel bakteri ataupun pada latar belakang dari bakteri tersebut.

Pewarnaan dalam kegiatan identifikasi bakteri bertujuan untuk memperjelas sel bakteri dengan menempelkan zat warna ke permukaan sel bakteri. Zat warna dapat mengabsorbsi dan membiaskan cahaya, sehingga kontras sel bakteri dengan sekelilingnya ditingkatkan. Di mana zat warna tersebut dapat memberikan muatan negatif atau positif.  Contoh zat warna asam antara lain Crystal Violet, Methylene Blue, Safranin, Base Fuchsin, dan Malachite Green. Sedangkan zat warna basa sebagai contoh antara lain Eosin dan Congo Red .

Berdasarkan hal di atas maka, dilakukanlah percobaan ini untuk mengetahui dari bagaimana cara kerja dari suatu zat warna dan sifatnya pada suatu bakteri.

 

1.2  Tujuan Praktikum

1.        Mengatahui tujuan dari pewarnaan bakteri.

2.        Mengetahui bentuk morfologi dari bakteri yang telah diwarnai dengan zat warna.

3.        Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi dari perwarnaan bakteri.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

 

 

Mikroorganisme yang tidak diwarnai umumnya tampak transparan bila diamati dengan mikroskop cahaya biasa. Hal ini karena sitoplasma sel mikroba memiliki indeks bias hampir sama dengan indeks bias lingkungannya yang bersifat cair dan mikroba tidak mengadsorbsi atau membiaskan cahaya.

Pada umumnya zat warna yang digunakan adalah senyawa-senyawa garam yang salah satu ionnya berwarna. Garam terdiri dari ion bermuatan positif dan ion yang bermuatan negatif. Sel-sel bakteri mempunyai muatan yang agak negatif bila pH lingkungannya mendekati netral. Muatan negatif dari sel bakteri akan bergabung dengan muatan positif dari ion zat warna, misalnya methylen blue, sehingga hasilnya sel tersebut akan berwarna. Prosedur pewarnaan yang menghasilkan pewarnaan mikroba dinamakan perwarnaan positif. Dalam prosedur ini dapat digunakan zat warna basa yang bermuatan positif maupun zat warna yang bermuatan negatif. Zat warna atau zat biologi adalah persenyawaan organik yang mempunyai gugus cromofor dan gugusan auxocrom yang berikatan dalam suatu cicin benzena. Gugus cromofor merupakan gugusan yang dapat memberikan warna pada molekul cat, sedangkan auxocrom adalah zat yang dapat memberikan disosiasi elektrolit-elektrolit pada molekul cat sehingga cat bersifat lebih mudah bereaksi (Waluyo, 2008).

Perwarnaan sederhana merupakan pemberian warna pada bakteri atau jasad-jasad renik lain dengan menggunakan larutan tunggal suatu pewarna pada lapisan tipis, atau olesan yang sudah difiksasi. Pewarnaan diferensial merupakan teknik dari prosedur pewarnaan yang menampilkan perbedaan di antara sel-sel mikroba. Dengan teknik ini biasanya digunakan lebih dari satu larutan zat pewarna atau reagen pewarnaan.

Pewarnaan gram merupakan salah satu teknik pewarnaan diferensial yang paling penting dan paling luas digunakan untuk bakteri ialah pewarnaan gram. Bakteri yang diwarnai dengan metode gram ini dibagi menjadi 2 kelompok: salah satu di antaranya bakteri gram positif, mempertahankan zat pewarna Kristal violet dan karenanya tampak ungu tua. Gram negatif kehilangan Kristal violet ketika dicuci dengan alkohol, dan sewaktu diberi pewarnaan tandingan dengan merah safranin, tampak merah (Dwidjoseputro, 1981).  

Organisme penyebab gastroenteritis (Enterokolitis)

1)      Bakteri Gram Positif

a.       Staphylococcus aereus

Selnya berbentuk bola dengan garis tengah 0,8-leam tersusun dalam kelompok-kelompok tidak teratur. Di bawah pengaruh zat-zat kimia tertentu (misalnya penicillin) kuman ini berubah bentuk menjadi L, tetapi kuman tidak dipengaruhi oleh garam-garam empedu atau optokin. Kuman ini bersifat koogulasi positif, berwarna kuning, bersifat hemolisa positif dan meragikan manitol.

b.      Bacillus cereus

Bakteri ini termasuk batang besar, gram positif, membentuk rantai, membentuk spora, dapat tumbuh pada makanan dan menghasilkan enterotoksin yang menyebabkan kracunan makanan.

2)      Bakteri Gram Negatif

Escherichia coli

Bakteri ini berbentuk batang gram negative yang dapat membentuk rantai, jarang membentuk spora. Pada umumnya tidak dapat memproduksi H2S, tetapi beberapa strain mendapatkan plasmid dari Salmonella sehingga mampu memproduksi gas ini. Sporanya mudah dirusak oleh panas, germisida dan disinfektan pada konsentrasi rendah. Mempunyai sejumlah fimbrae atau pili sebagai alat melekat pada host (Budiyanto, 2002).

Perwarnaan sel pada mikroorganisme pada umumnya menggunakan lebih dari satu macam zat warna. Hasil pewarnaan tergantung beberapa faktor antara lain:

1.        Fiksasi

Sebelum mikroorganisme, khususnya bakteri diwarnai harus dilakukan fiksasi terlebih dahulu. Cara yang paling banyak digunakan adalah cara fisik dengan pemansan  atau dengan freeze drying atau dapat juga dilakukan fiksasi dengan melakukan agensia kimia. Agen kimia yang sering digunakan antara lain sabun, fenol, dan formalin.

Cara fiksasi yang paling banyak digunakan dalam pewarnaan bakteri adalah dengan membuat lapisan suspensi dari atas gelas beberapa kali di atas nyala lampu spirtus. Pewarnaan biologi lainya dapat digunakan agensia-agensia fiksasi kimia seperti campuran asam cuka dengan asam pikrat, alkohol dengan aseton, asam kromat dengan asam osmiat.

2.        Peluntur Zat Warna

Peluntur zat warna adalah suatu senyawa yang menghilangkan warna dari sel yang diwarnai. Peluntur zat warna berfungsi untuk menghasilkan kontrras yang baik pada bayangan mikroskop. Pada umumnya sel-sel yang mudah diwarnai akan lebih mudah pula dilunturkan. Sedangkan sel-sel yang sukar diwarnai akan lebih sulit dilunturkan warnanya. Adanya variasi di dalam kecepatan dekolorasi (peluntur) zat warna inilah yang digunakan untuk membedakan berbagai macam jenis bakteri dala pewarnaan gram atau pewarnaan bertingkat (diferensial).

Ada beberapa mazam peluntur zat warna:

a.       Peluntur zat warna bersifat asam, yakni HNO3, HCl, H2SO4, dan campuran asam-asam terssebut dengan alkohol.

b.      Peluntur warna bersifat basa, yakni KOH, NaOH, sabun, dan garam-garam basa.

c.       Peluntur zat warna yang lemah, yaitu alkohol, air, minyak, minyak cengkeh, aseton, dan gliserin.

d.      Garam-garam logam berat: AgNO3, CuSO4.

e.       Garam-garam logam ringan, Na2SO4, MgSO4.

3.        Intensifikasi Pewarnaan

Zat warna dapat diintensifkan dengan beberapa cara misalnya mempertinggi kadar zat warna (60-900C) dan menambahkan suatu mordan. Mordan adalah suatu zat kimia yang dapat menyebabkan sel-sel mikroba dapat diwarnai lebih intensif atau menyebabkan zat warna terikat lebih kuat pada jaringan sel bila dibandingkan dengan cara pewarnaan diberi mordan. Ada beberapa mordan antara lain, mordan basa yatiu, mordan yang bereaksi dengan anion zat zat warna asam yang berwarna, seprti FeSO4, kalium, antimonium tartrat, dan asetil piridinium klorida. Mordan asam yaitu, mordan yang bereaksi dengan zat-zat warna basa. Zat warna ini misalnya asam tanin, asam pikrat (Waluyo, 2008). 

Pewarnaan bakteri

Oleh kerena perbedaan indeks biasan antara bakteri dan kawasan sekelilingnya tidak besar, maka jurang perbezaan optikalnya juga adalah sedemikian. Keadaan ini mengakibatkan sel bakteri sukar untuk diamati. Tambahan pula, perbedaan indeks biasan yang kecil antara komponen-komponen sel bakteri juga menyulitkan substruktur bakteri untuk dilihat. Sebagai langkah untuk mengatasi masalah ini perbedaan warna digunakan untuk memudahkan melihat keseluruhan sel bakteri dan juga untuk mempamerkan substruktur bakteri dan segala-galanya mengenai bakteri dengan lebih terperinci. Pewarnaan juga digunakan untuk menunjukkan taburan dan jenis kimia berbagai-bagai komponen sel serta membedakanantara golongan-golongan bakteri.

Pewarna dan Jenis Pewarnaan

Bahan pewarna boleh dibagikan kepada dua golongan: pewarna acid dan pewarna bes. Pada pewarna acid, ciri pewarnaan adalah bergantung kepada anion (ion negatif) dan pada pewarna basa, ciri pewarnaan bergantung kepada kationnya (ion positif). Pewarna yang digunakan, umumnya, berasal daripada terbitan garam acid bebas kerena bentuk ini lebih larut, mampu menyusup masuk ke dalam sel dengan lebih baik dan pewarnaannya lebih kekal. Bakteri menunjukkan kecenderungan atau afiniti yang kuat terhadap pewarna basa (contoh: safranin, metilena biru, kristal ungu) kerana protoplasma bakteri mempunyai kandungan acid nukleat berkas negatif yang tinggi. Apabila diwarnakan dengan pewarna basa, cat yang negatif ini akan bertindak dengan ion positif pewarna basa. Sebaliknya cat negatif ini akan menolak pewarna acid, dengan demikian hanya latar belakang (kawasan di luar bakteri) saja yang diwarnai. Apabila sel bakteri diwarnakan dengan satu jenis pewarna saja, pewarnaan ini disebut pewarnaan sederhana (simple staining).

Pada umumnya dalam pewarnaan ini, keseluruhan sel bakteri diwarnakan secara sama rata dan substruktur atau komponen-komponen selnya tidak dibedakan. Untuk menunjukkan perbedaan yang wujud di kalangan sel bakteri tertentu, tata cara pewarnaan perbedaan yang menggunakan dua atau lebih pewarna digunakan. Intensiti pewarnaan boleh dipertingkatkan (ataupun supaya sasaran dapat diwarnakan) dengan menggunakan haba dalam keadaan tertentu atau menggunakan bahan kimia (aksentuator) seperti acid asetik, fenol atau anilin. Tindakan aksentuator ini tidak melibatkan pergabungannya dengan pewarna seperti yang berlaku pada mordan.

Mordan adalah bahan kimia yang membolehkan sesuatu pewarna mewarnai sesuatu bahan, atau mordan mempertingkatkan afiniti ataupun kecenderungan pewarna terhadap struktur tertentu. Pewarnaan yang diterangkan setakat ini dikenal sebagai pewarnaan positif kerena yang diwarnai ialah bakteri. Dalam pewarnaan negatif, satu film pewarna gelap meliputi ruang dan celah di antara bakteri-bakteri (latar belakang) dan bakteri tidak diwarnakan. Perlu disadari bahawa ciri-ciri pewarnaan bakteri (serta morfologi) dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti umur kultur dan sumber bakteri, yaitu sama ada berasal daripada spesimen klinikal atau dari kultur pertumbuhan.

 

 

Pewarnaan Gram

Pewarnaan Gram adalah tata cara pewarnaan utama di bidang bakteriologi. Di samping membolehkan bakteri dilihat dengan lebih mudah, pewarnaan ini juga digunakan untuk menggolongkan bakteri. Dalam tata cara pewarnaan Gram, pewarna digunakan secara berlebihan dan kemudian agen penghapus warna atau pembeda digunakan untuk menghilangkan pewarna berkenaan. Bakteri yang mengekalkan pewarna pertama (kristal ungu) disebut sebagai Gram-positif, manakala yang kehilangan pewarna ini dan diwarnai dengan pewarna kedua dinyatakan sebagai Gram-negatif. Larutan iodin Lugol yang digunakan berfungsi sebagai mordan dan pelarut organik seperti alkohol dan aseton digunakan sebagai

pembeda. Pewarna yang digunakan untuk menggantikan pewarna pertama yang dihilangkan oleh pembeza disebut pewarna balas (counter stain). Hasil tindak balas pewarnaan Gram adalah bergantung kepada komposisi dinding sel bakteri yang berkemampuan untuk mengikat pewarna pertama atau tidak. Protoplasma bakteri, dalam hal ini, sentiasa memberikan tindak balas Gram-negatif (Leong, dkk, 1999).

BAB III

METODE KERJA

 

 

3.1 Waktu dan Tempat

            Praktikum tentang pewarnaan dan cara perwarnaan ini dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi dan Bioteknologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Mulawarman pada hari Senin tanggal 22 Maret 2010, pukul 13.00 Wita sampai selesai.

 

3.2 Alat dan Bahan

3.2.1 Alat-alat

1.      Objek gelas

2.      Pipet tetes

3.      Mikroskop

4.      Bunsen burner

5.      Jarum ose

3.2.2 Bahan-bahan

1.      Kristal violet

2.      Alkohol 95%

3.      NaCl

4.      Biakan Staphycoccus aerus

5.      Tinta cicin

6.      Safranin

7.      Lugol’s Iodine

8.      Aquades

 

3.3 Cara Kerja

3.3.1 Pewarnaan sederhana

1.      Dibersihkan objek gelas dari lemak dengan menggunakan alkohol.

2.      Diambil jarum ose, kemudian sterilkan dengan menggunakan bunsen burner.

3.      Diambil media biakan, setelah itu diambil suspensi bakteri dengan perlahan.

4.      Diratakan suspensi yang telah diambil pada gelas objek.

5.      Kemudian diangin-anginkan, lalu diteteskan NaCl 1 tetes, kemudian dikeringkan anginkan.

6.      Kemudian difiksasi diatas lampu Bunsen.

7.      Setelah itu didinginkan dan ditetesi dengan zat warna Kristal violet sebanyak 1 atau 2 tetes.

8.      Kemudian dibiarkan 1-2 menit agar kering.

9.      Setelah itu dicuci dengan air yang mengalir sampai zat warna tercuci. Kemudian dikering anginkan .

10.  Setelah kering preparat diamati di bawah mikroskop.

11.  Digambar bakteri yang tampak pada preparat.

 

3.3.2    Pewarnaan Negatif

1.          Dibersihkan objek gelas dari lemak dengan menggunakan alkohol dan dihangat-hangatkan diatas lampu Bunsen.

2.          Diambil jarum ose, kemudian sterilkan dengan menggunakan bunsen burner.

3.          Diambil media biakan, setelah itu diambil suspensi bakteri dengan perlahan.

4.          Diratakan suspensi yang telah diambil pada gelas objek.

5.          Kemudian diangin-anginkan, lalu diteteskan NaCl 1 tetes, kemudian dikeringkan anginkan.

6.          Diteteskan zat warna tinta cina sebanyak 1 atau 2 tetes, kemudian diratakan dengan objek gelas

7.          Kemudian dikeringkan anginkan.

8.          Setelah itu diamati di bawah mikroskop dan digambar sel-sel bakteri yang didapat.

 

 

3.3.3        Pewarnaan Gram

1.      Dibersihkan objek gelas dari lemak dengan menggunakan alkohol 95%.

2.      Diambil jarum ose, kemudian sterilkan dengan menggunakan bunsen burner.

3.      Diambil media biakan, setelah itu diambil suspensi bakteri dengan perlahan.

4.      Diratakan suspensi yang telah diambil pada gelas objek dan difiksasi di atas lampu bunsen.

5.      Diteteskan NaCl 2 tetes, kemudian dikering anginkan.

6.      Setelah kering, diteteskan lagi zat warna utama berupa Kristal violet sebanyak 1-2 tetes diamkan selama 1 menit.

7.      Kemudian dicuci dengan alkohol 95% selama 30 detik.

8.      Setelah itu dicuci dengan air mengalir dan dikeringkan.

9.      Kemudian di teteskan lagi dengan zat warna safranin sebanyak 2 tetes.

10.  Setelah itu cuci kembali  dengan air yang mengalir dan dikeringkan dengan dianginkan.

11.  Setelah itu diamati di bawah mikroskop dan digambar bentuk sel-sel bakteri yang tampak.

4.2 Pembahasan

            Metode pewarnaan sederhana suatu metode pewarnaan umum dimana dapat digunakan beberapa larutan tunggal zat warna (zat warna tunggal) dengan tujuan untuk melihat bentuk-bentuk sel bakteri. Dalam pewarnaan ini digunakan pewarna Kristal violet, dimana bakteri yang diwarnai akan berwarna ungu (violet). Tujuan dari pewarnaan sederhana adalah memberikan warna gelap pada bakteri sehingga bentuk sel dapat terlihat jelas.

            Metode pewarnaan negatif suatu metode pewarnaan umum dimana digunakan larutan zat warna yang tidak meresap ke dalam sel-sel bakteri melainkan hanya latar belakangnya saja,  sehingga hanya kelihatan atau nampak sebagai bentuk-bentuk yang kosong tidak berwarna (negatif). Pengecatan negatif ini sangat berguna untuk melihat bentuk-bentuk sel yang sesungguhnya, selain itu juga berguna untuk mengukur (pengukuran) bakteri, karena dalam pewarnaan ini sel-sel bakteri tidak ikut terwarnai oleh zat warna atau tidak mengalami perubahan. Di mana dalam pewarnaan ini sel mikroorganisme akan tampak transparan, sedangkan latar belakngnya akan tampak gelap.

            Pada pewarnaan negatif pada bakteri S. aerus akan terlihat bentuk bakteri yang transparan, berbentuk bola, dalam kelompok yang tidak teratur. Pada pewarnaan ini hanya latar belakangnya saja yang di warnai karena untuk melihat bentuk sel-sel dari bakteri yang terlihat transparan, sebab ada beberapa jenis bakteri yang tidak bisa diwarnai dengan zat warna basa. Dengan mewarnai latar belakangnya saja diharapkan dapat melihat bentuk sel-sel bakteri yang sesungguhnya dan terlihat transparan.

            Metode pewarnaan gram adalah pewarnaan diferensial yang sangat berguna dan paling banyak digunakan dalam pewarnaan bakteri, karena merupakan tahapan penting dalam langkah awal identifikasi. Pewarnaan ini didasarkan pada tebal atau tipisnya lapisan peptidoglikan di dinding sel dan banyak sedikitnya lapisan lemak pada membran sel bakteri. Jenis bakteri berdasarkan pewarnaan gram dibagi menjadi dua yaitu gram positif dan gram negatif. Bakteri gram positif memiliki dinding sel yang tebal dan membran sel selapis. Sedangkan baktri gram negatif mempunyai dinding sel tipis yang berada di antara dua lapis membran sel kegunaannya yaitu, untuk melihat atau mengamati bentuk-bentuk sel bakteri dan memberikan sifat reaksi pewarnaan bakteri yang dapat diketahui dengan melihat apakah termasuk negatif- gram (berwarna merah) atau positif-gram (berwarna biru).

            Fungsi dari zat warna yang digunakan antara lain:

a.       Safranin berfungsi sebagai zat warna yang memberi warna kontras pada bakteri dengan memberikan warna merah.

b.      Kristal violet yaitu zat warna yang memberikan atau menunjukkan sifat pewarnaan negatif dengan memberikan warna ungu pada bakteri yang peka terhadap zat warna basa.

c.       Zat warna Iodine berfungsi sebagai zat warna pengikat ikatan warna, sehingga warna yang dihasilkan lebih jelas.

d.      Tinta warna berfungsi memberikan warna biru tua atau gelap pada latar belakang dari preparat atau apusan bakteri.

Perbedaan dari bakteri gram negatif dan gram positif yaitu, bakteri gram positif memiliki dinding sel yang tebal dan membran sel selapis. Sedangkan bakteri gram negatif mempunyai dinding sel tipis yang berada di antara dua lapis membran sel kegunaannya yaitu, untuk melihat atau mengamati bentuk-bentuk sel bakteri dan memberikan sifat reaksi pewarnaan bakteri yang dapat diketahui dengan melihat apakah termasuk negatif-gram (berwarna merah) atau positif-gram (berwarna biru).

Morfologi dari S. aureus:

            Sel berbentuk bola, berdiameter 0,5 sampai 1,5 µm, terdapat tumggal dan berpasangan dan secara khas membelah diri pada lebih dari satu bidang, sehingga membentuk koloni yang tidak teratur. Merupakan gram positif dengan dinding sel mengandung dua komponen utama peptidoglikan serta asam tekoat. Tumbuh lebih cepat dalam keadaan aerobic dengan suhu optimum 350C-400C, berasosiasi dengan kulit, kelenjar kulit dan selaput lender hewan berdarah panas.

            Bakteri positif memiliki sifat mampu bereaksi dengan zat warna yang bersifat asam, sedangkan bakteri negatif dapat bereaksi dengan zat warna yang bersifat basa. Karena pada zat warna basa memberikan muatan positif dan zat warna asam memberikan muatan negatif.

BAB V

PENUTUP

 

 

5.1 Kesimpulan

            Dari praktikum kali ini diperoleh sebuah kesimpulan yaitu:

1.      Tujuan dari dilakukannya pewarnaa bakteri adalah memudahkan kita melihat mikroba di bawah mikroskop, memperjelas ukuran dan bentuk mikroba, melihat struktur luar dan dalam dari bakteri dan menghasilkan ciri khas dari bakteri dengan zat warna.

2.      Bentuk bateri yang dihasilkan dalam pewarnaa sangat bervariasi sesuai dengan jenis bakteri yang diwarnai, misalnya: bulat, berantai, dan memanjang.

3.      Faktor-faktor yang mempengaruhi pewarnaan bakteri: pembuatan preparasi yang harus diperhatikan, waktu dekolorisasi yang merupakan fase kritis, dan ketelitian dalam melakukan prosedur kerja agar tidak terjadi kesalahan.

 

 

5.2 Saran

            Untuk praktikum selanjutnya agar dapat mengunakan bakteri Bacillus subsutilis, agar bisa membandingkan hasil pewarnaan dan bentuk dari bakteri ini.

DAFTAR PUSTAKA

 

 

Budiyanto, A. K. 2002. Mikrobiologi Terapan. Penerbit Muhammadiyah Malang: Malang.

Dwidjoseputro, D. 1981. Dasar-Dasar Mikrobiologi. Djambatan: Jakarta.

Loeng, Y. K, Abdul H. A. A, Mohm. S. M. Y. 1999. Mikrobiologi Makmal. Penerbit Universiti Kebangsaan Malaysia: Selangor, Malaysia.

Waluyo, Lud. 2008. Teknik dan Metode Dasar dalam Mikrobiologi. UPT. Penerbit UMM: Malang.



Jumat, 04 Juni 2010

laporan karbihidrat..... park jei chonk

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Karbohidrat merupakan senyawa karbon, hidrogen, dan oksigen, dengan rasio hidrogen terhadap pksigen normalnya adalah 2 : 1 senyawa tersebut mengandung beberapa rantai “unit gula” atau “sakarida” yang masing – masing terbentuk dari tiga sampai tujuh atau karbon dengan atom hidrogen dan oksigen yang melekat padanya, baik sendiri – sendiri ataupun dalam kelompok (Cree, 2005).
Karbohidrat juga merupakan senyawa karbon yang banyak dijumpai di alam, terutama sebagai penyusun utama jaringan tumbuhan. Nama lain karbohidrat adalah sakarida (berasal dari bahasa Latin Saccharum = gula). Senyawa karbohidrat adalah polihidroksi aldehida atau polihidroksi keton yang mengandung unsur – unsur karbon (C), hidrogen (H), dan oksigen (O) dengan rumus empiris total (CH2O)n, karbohidrat paling sederhana adalah monosakarida, diantara glukosa yang mempunyai rumus molekul C6H12O6.
Karbohidrat merupakan bahan yang sangat diperlukan tubuh manusia, hewan, dan tumbuhan disamping lemak dan protein. Senyawa ini dalam jaringan merupakan cadangan makanan atau energi yang disimpan dalam sel. Sebagian besar karbohidrat yang ditemukan di alam terdapat sebagai polisakarida dengan berat molekul tinggi. Beberapa polisakarida berfungsi sebagai penyusun. Struktur di dalam dinding sel dan jaringan pengikat, akan tetapi dalam bentuk apa karbohidrat tersebut saling bereaksi untuk itu kita melakukan praktikum ini.

1.2 Tujuan Praktikum
– Mengetahui klasifikasi karbohidrat
– Mengetahui kandungan karbohidrat pada suatu sampel dengan beberapa uji karbohidrat
– Mengetahui sifat – sifar karbohidrat

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

Karbohidrat adalah suatu sumber energi yang sangat penting bagi tubuh. Namun, kebanyakan karbohidrat yang dikonsumsi masyarakat sekarang adalah karbohdrat olahan yang umumnya dominan gula dan tepung, tetapi miskin zat – zat penting lainnya terutama vitamin, mineral, enzim, dan serat. Karbohidrat olahan dapat menyebabkan kegemukan karena sebagian besar tidak bisa diserap, sehingga menumpuk didalam tubuh serta disimpan sebagai glikogen dan lemak tubuh (Yazid, 2006)
Karbohidrat atau sakarida adalah polihidroksi aldehid atau polihidroksi keton, atau senyawa yang dhidrolisis dan keduanya. Unsur utama penyusun karbohidrat adalah karbon, hidrogen, dan oksigen. Jumlah atom hidrogen dan oksigen memiliki perbandingan 2 : 1 seperti molekul air, misalnya glukosa 12 : 6 atau 2 : 1; sukrosa 22 : 11 atau 2 : 1, karena perbandingan tersebut orang dulunya menduga karbohidrat merupakan penggabungan dari ”karbon” dan ”hidrat atau air” sehingga molekul ini disebut karbohidrat. Walaupun penamaan ini tidak tepat, molekul ini tetap dinamakan karbohidrat hingga sekarang (Toha, 2001).
Sebaliknya, karbohidrat alami atau yang tidak terlalu banyak diproses seperti buah – buahan, sayur – sayuran, dan biji – bijian alami (whole grains) tidak menyebabkan kegemukan karena kaya akan serat, vitamin, mineral, dan enzim, serat menyebabkan perut cepat kenyang meskipun hanya dimakan sedikit. Serat pun mengikat dan sekaligus membuang lemak dan kolesterol jahat disaluran usus. Sebaliknya enzim, vitamin, dan mineral sangat penting dalam proses metabolisme karbohidrat (Yazid, 2006).
Karbohdirat merupakan pusat metabolisme tanaman hijau dan organisme fotosintetik lain yang menggunakan energi matahari untuk melakukan pembentukan karbohidrat. Karbohidrat yang terdapat dalam bentuk pati dan gula berfungsi sebagai bagian utama energi yang dikonsumsi oleh kebanyakan organisme di muka bumi ini. Sebagai pati dan glikogen, karbohidrat berfungsi sebagai penyangga di dalam dinding sel bakteri dan tanaman serta pada jaringan pengikat dan dinding sel organisme hewan karbohidrat jenis lain berperan sebagai pelumas sendi kerangka, sebagai perekat diantara sel, dan senyawa pemberi spesifisitas pada permukaan sel hewan (Toha, 2001).
Karbohidrat merupakan senyawa karbon yang banyak di jumpai di alam, terutama sebagai penyusun utama jaringan tumbuh – tumbuhan. Nama lain karbohidrat adalah sakarida (berasal dari bahasa Latin Saccarum = gula). Senyawa karbohidrat adalah polihidroksi aldehida atau pilihidroksi keton yang mengandung unsur – unsur karbon (C), hidrogen (H), dan oksigen (O) dengan rumus empiris total (CH2O)n. Karbohodrat paling sederhana adalah monosakarida, diantaranya glukosa yang mempunyai rumus molekul C6H12O6.
Karbohidrat merupakan bahan yang sangat diperlukan tubuh manusia, hewan, dan tumbuhan disamping lemak dan protein. Senyawa ini dalam jaringan merupakan cadangan makanan atau energi yang disimpan dalam sel. Sebagian besar karbohidrat yang ditemukan dialam terdapat sebagai polisakarida dengan berat molekul tinggi. Beberapa polisakarida berfungsi sebagai bentuk penyimpan bagi monosakarida, sedangkan yang lain sebagai penyusun struktur di dalam dinding sel dan jaringan pengikat.
Pada tumbuhan karbohidrat disintesis dari CO2 dan H2O melalui proses fotosintesis dalam sel berklorofil dengan bantuan sinar matahari. Karbohidrat yang dihasilkan merupakan cadangan makanan yang disimpan dalam akar, batang dan biji sebagai pati (amilum). Karbohidrat dalam tubuh manusia dan hewan dibentuk dari beberapa asam amino, gliserol lemak, dan sebagian besar diperoleh dari makanan yang berasal dari tumbuh – tumbuhan, karbohidrat dalam sel tubuh disimpan dalam hati dan jaringan otot dalam bentuk glikogen (Yazid, 2006).
Detoksikasi
Detoksikasi adalah proses menghilangkan atau mengurangi sifat toksis senyawa metabolit terhadap tubuh, dan proses ini berlangsung terutama di hati. Namun tidak seluruhnya demikian, ada kalanya dihasilkan produk yang lebih toksis.
Senyawa toksis ini selain berupa hasil metabolisme di jaringan – jaringan tubuh, juga dapat berupa senyawa hasil pembusukan kbakteri di kolon yang ikut terserap.
Reaksi detoksikasi dapat berupa :
1. Oksidasi
2. Reduksi
3. Konjugasi
4. Hidrolisis
1. Oksidasi
Biasanya berupa reaksi awal yang masih diikuti oleh reaksi detoksikasi lainnya, misalnya konjugasi dengan senyawa konjugat. Misalnya :
a. Induk oksid indoksil konj. H2SO4 Indikan
b. Fenil – asam lemak
Residu asam lemaknya dioksidasi – beta sehingga :
– Bila residu asam lemak mempunyai atom C jumlahnya genap akan dihasilkan fenil – asetat ; sedangkan
– Bila residu asam lemak mempunyai atom C jumlahnya ganjil akan dihasilkan asam benzoat.
Pada manusia produk – produk tersebut selanjutnya mengalami berturut – turut sebagai berikut :
 Fenil – asetat berkonjugasi dengan glutamin membentuk fenil asetat – glutamin
 Asam benzoat berkonjugasi dengan glisin membentuk HIP PURAT
c. Benzen, mengalami
 Pemecahan inti benzen akan dihasilkan asam mukonan, atau
 Dioksidasi akan menghasilkan fenol, untuk selanjutnya fenol berkonjugasi dengan :
 H2SO4 (seperti indol, skatol, kresol) atau
 Glukuronat – beta membentuk fenil – glukuronat
2. Reduksi
Reaksi ini kurang berarti bila dibandingkan dengan reaksi oksidasi.
Misalnya :
 Di kolon, pigmen empedu direduksi menjadi urobilin dan urobilin nogen.
 Asam pikrat direduksi menjadi asam pikramat
 Trikloraldehid direduksi menjadi hidroquinone (Anonim, 1980)

Sifat – sifat Karbohidrat
Sifat kimia karbohidrat berhubungan erat dengan gugus fungsi yang dimilikinya, seperti gugus – OH, gugus aldehida dan gugus keton. Beberapa jenis karbohidrat mempunyai sifat dapat mereduksi, terutama dalam suasana basa karena adanya gugus aldehid atau keton bebas dalam molekul karbohidrat. Sifat ini digunakan untuk identifikasi karbohidrat dan tampak pada reaksi ion – ion logam misalnya ion Cu++ dan ion Ag++.
Metabolisme karbohidrat seperti halnya metabolisme lainnya terdiri dari reaksi katabolisme dan anabolisme. Tujuan katabolisme karbohidrat adalah untuk mendapatkan energi yang tersimpan dalam senyawanya. Energi yang dihasilkan biasanya di simpan lagi dalam senyawa energi tinggi sebelum digunakan. Sementara anabolisme karbohidrat bertujuan untuk memasok karbohidrat pada makhluk hidup sebagai salah satu nutrien utama yang dibuat dari senyawa – senyawa yang amat sederhana seperti CO2 atau senyawa lainnya (Toha, 2006).
Pada umumnya, karbohidrat berupa serbuk putih yang mempunyai sifat sukar larut dalam pelarut non polar, tetapi mudah larut dalam air. Kecuali, polisakarida bersifat tidak larut dalam air.
Amilum dengan air dingin akan membentuk suspensi dan bla dipanaskan akan terbentuk pembesaran berupa pasta dan bila didinginkan akan membentuk kolid yang kental semacam gel. Suspensi amilum akan memberikan warna biru dengan larutan iodium. Hal ini dapat digunakan untuk mengidentifikasikan adanya amilum dalam suatu bahan. Hidrolisis sempurna amilum oleh asam atau enzim akan menghasilkan glukosa.
Glikogen mempunyai struktur empiris yang serupa dengan amilum pada tumbuhan, pada proses hidrolisis, glikogen menghasilkan pula glukosa karena, baik amilum maupun glikogen, tersusun dari sejumlah satuan glukosa. Glikogen dalam air akan membentuk koloid dan memberikan warna merah dengan larutan iodium. Pembentukan glikogen dari glukosa dalam sel tubuh diatur oleh hormon insulin dan prosesnya disebut glikogenesis. Sebaliknya, proses hidrolisis glikogen menjadi glukosa disebut glicogenolisis.
Semua jenis karbohidrat, baik monosakarida, disakarida, maupun polisakarida, akan berwarna merah ungu bila larutannya dicampur beberapa tetes larutan -naftol dalam alkohol dan ditambahkan asam sulfat pekat, sehingga tidak bercampur uji ini dikenal dengan uji molish (Yazid, 2006).

Struktur Kimia
Karbohdirat merupakan senyawa karbon, hidrogen, dan oksigen dengan rasio hidrogen terhadap oksigen normalnya adalah 2 : 1, senyawa tersebut mengandung beberapa rantai ”unit gula” atau ”sakarida”, yang masing – masing terbentuk dari tiga sampai tujuh atau karbon dengan atau hidrogen dan oksigen yan gmelekat padanya baik sendiri – sendiri ataupun dalam kelompok.
Sumber Utama
Sumber utama karbohidrat dalam diet normal manusia adalah sukrosa (gula tebu) dan laktosa (gula susu). Keduanya memiliki rumus kimia C12H22O11 – dan zat tepung, yang merupakan karbohidrat kompleks yang dapat ditemukan dalam semua makanan, terutama gandum dan makanan yang dibuat dari tumbuhan tersebut seperti roti, kue dan serat. Karbohdirat lain yang dimakan (dalam jumlah yang sangat terbatas) mencakup glikogen, pektin, dan dekstrin. Beberapa senyawa yang rasio H : O nya tidak sebesar 2 : 1 dan juga dimakan dalam jumlah yang terbatas oleh alkohol, asam laktat dan asam piruvat.
Kelas
Kelas karbohidrat yang akan kita bahas mencakup :
 Monosakarida ”mono” berarti ”satu” dan kata ”sakarida” mengacu pada gula, dengan demikian monosakarida adalah gula sederhana dengan satu unit gula dalam setiap molekulnya. Monosakarida merupakan satu – satunya karbohidrat yang dapat diabsorpsi langsung melalui dinding saluran gastrointestiral. Karbohidrat yang lain harus diurai dahulu menjadi satu atau beberapa monosakarida berikut sebelum diabsorpsi.
– Glukosa (dekstrosa), yang ada secara alami dalam makanan, dan juga dibentuk oleh tubuh dan merupakan bentuk pilihan sumber energi tubuh.
– Fruktosa didapat dari buah – buahan dan madu
– Galaktosa, yang tidak ada dalam makanan tetapi dihasilkan dari laktosa (Cree, 2005).



BAB 3
METODOLOGI PERCOBAAN

3.1 Alat dan Bahan
3.1.1 Alat
– Hot plate
– Sendok
– Pipet tetes
– Erlenmeyer
– Magnetik stirer
– 7 tabung reaksi
– Pipet volume
– Sarung tangan (lateks)
– Spatula
– Stopwatch, jam

3.1.2 Bahan
– Tissue
– Kacang tanah
– Kacang buncis
– Larutan glukosa
– Larutan amilum
– Larutan fruktosa
– Larutan sukrosa
– Larutan H2SO4
– Larutan I2
– Aquadest
– Larutan HCl pekat
– Larutan Molish
– Larutan fehling

3.2 Cara Kerja
3.2.1 Uji Molish
– Disiapkan tabung reaksi 2 buah
– Dimasukkan 2 tetes pereaksi molish pada masing – masing tabung
– Ditambahkan 1 ml larutan H2SO4 pada masing – masing tabung reaksi
– Diamati perubahannya

3.2.2 Uji Iodium
– Disiapkan 2 tabung reaksi
– Dimasukkan pada masing – masing tabung reaksi 1 pipet amilum dan 1 pipet glukosa
– Ditambahkan I2
– Diamati perubahan yang terjadi

3.2.3 Uji Fehling
– Disiapkan 2 tabung reaksi
– Di isi pada tiap – tiap tabung 1 pipet fruktosa dan sukrosa
– Ditambahkan larutan fehling sebanyak 10 tetes dengan menggunakan pipet tetes
– Di amati perubahan yang terjadi

3.2.4 Hidrolisis Polisakarida
– Dimasukkan 2 sendok tepung kacang tanah ke dalam beaker glass
– Dilarutkan dengan menggunakan 130 ml air
– Ditambahkan 3 ml HCl pekat
– Diamsukkan magnetik stirer dan campuran diaduk
– Dipanaskan hingga campuran sampel mendidih
– Diambil setiap 3 menit campuran tersebut sebanyak 1 pipet.
– Diamsukkan ke dalam tabung reaksi
– Di uji dengan iodium ditambah 2 tetes
– Diulangi hingga tidak terjadi perubahan warna pada campuran setiap 3 menit
– Dicatat waktu yang digunakan hingga tidak terjadi perubahan warna lagi.
– Diulangi prosedur diatas dengan mengganti tepung kacang tanah dengan tepung kacang buncis.

3.3 Flow Sheet
a. Glukosa + Molish

Ditambahkan

Ditambahkan

Hasil


b. Amilum + Molish

Ditambahkan

Ditambahkan

Hasil

c. Fruktosa + Molish

Ditambahkan
Ditambahkan
Hasil
3.3.2 Uji Iodium
a. Amilum + I2 b. Glukosa + I2

Ditambahkan Ditambahkan


Hasil Hasil


3.3.3 Uji Fehling
a. Fruktosa + fehling (A+B) b. Sukrosa+ fehling)


Ditambahkan Ditambahkan

Hasil Hasil
3.3.4 Hidrolisis Polisakarida
a. Sampel tepung kacang tanah



Dilarutkan dalam

Ditambahkan

Dipanaskan setiap 3 menit diambil 1 pipet
Dimasukkan ke

Ditambahkan

Diamati, 3 menit pertama

Diamati 21 menit terakhir


b. Sampel tepung kacang buncis

Dilarutkan dalam

Ditambahkan

Dipanaskan, diambil 1 pipet setiap 3 menit
Dimasukkan ke

Ditambahkan


Diamati, 3 menit pertama


Diamati 21 menit terakhir


BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Pengamatan
No Perlakuan Pengamatan
1






2



3



4


Uji Molish
a. pipet sampel + 2 pipet pereaksi molish
1. Glukosa + molish + 1 ml H2SO4
2. Amilum + molish + 1 ml H2SO4
3. Fruktosa + molish + 1 ml H2SO4

Uji Iodium
a. 1 pipet amilum + 3 tetes I2
b. 1 pipet glukosa + 3 tetes I2

Uji fehling
a. Fruktosa 1 pipet + fehling 10 tetes
b. Sukrosa 1 pipet + fehling 10 tetes

Hidrolisis Polisakarida
a. 2 sendok sampel (tepung kacang tanah) + 150 ml air + HCl pekat 3 ml (dipanaskan) 3 menit + I2 2 tetes.

b. 2 sendok sampel (tepung kacang buncis) + 150 ml air + HCl pekat 3 ml (dipanaskan) 3 menit + I2 2 tetes.


– Reaksi terbentuknya cincin ungu
– Reaksi terbentuknya cincin ungu
– Reaksi terbentuknya cincin ungu


– Reaksi ungu tua (pekat)
– Tidak bereaksi (orange)


– Endapan merah bata (5 menit)
– Endapan merah bata (5 menit)


– menit larutan + I2  biru
– menit larutan + I2  coklat



– menit larutan + I2  coklat
– 33 menit larutan + I2  ungu tua

Reaksi
Amilum + I2


Reaksi Polisakarida + HCl



Reaksi Molish


Maltosa + Pereaksi Molish





Reaksi Fehling (A + B) + Fruktosa



Glukosa + amilum


4.2 Pembahasan
Karbohidrat atau sakarida adalah polihidroksi aldehid atau polihidroksi keton, atau senyawa yang dihidrolisis dari keduanya. Unsur utama penyusun karbohidrat adalah karbon, hidrogen, dan oksigen. Jumlah atom hidrogen dan oksigen memiliki kperbandingan 2 : 1 seperti molekul air, misalnya glukosa 12 : 6 atau 2 : 1; Sukorosa 22 : 11 atau 2 : 1. Karena perbandingan tersebut orang dahulunya menduga karbohidrat merupakan penggabungan dari ”karbon” dan ”hidrat atau air” sehingga molekul ini disebut karbohidrat (Toha, 2001).
Pengertian karbohidrat dari referensi lain yaitu senyawa karbon yang banyak dijumpai di alam, terutama sebagai penyusun utama jaringan (berasal dari bahasa Latin Saccharum : gula). Senyawa karbohidrat adalah polihidroksi aldehida atau polihidroksi keton yang mengandung unsur – unsur karbon (C), hidrogen (H, dan oksigen (O) dengan rumus empiris total (CH2O)n. Karbohidrat paling sederhana adalah monosakarida, diantaranya glukosa yang mempunyai rumus molekul C6H12O6 (Yazid, 2006)
Klasifikasi karbohidrat dari referensi yang saya dapatkan dari rumus karbohidrat, dapat diketahui bahwa senyawa ini adalah suatu polimer yang tersusun atas monomer – monomer, berdasarkan monomer yang menyusunnya, karbohidrat dibedakan menjadi 3 golongan, yaitu :
1. Monosakarida merupakan suatu karbohidrat paling sederhana yang tidak dapat dihidrolisis menjadi karbohidrat lain. Bentuk ini dibedakan kembali menurut jumlah atom C yang dimiliki dan sebagai aldosa atau ketosa. Monosakarida yang terpenting adalah glukosa, galaktosa dan fruktosa
Dari literatur buku yang lain, monosakarida merupakan senaywa karbohdirat yang paling sederhanat yang tidak dapat dihidrolisis lagi. Beberapa monosakarida mempunyai rumus kimia (CH2O)n dimana n = 3 atau turunan aldehida, maka monosakarida tersebut dinamakan aldosa. Dan bila gugusnya merupakan turunan keton maka monosakarida tersebut dinamakan ketosa. Monosakarida aldosa yang paling sederhana adalah gliseraldehida, sedangkan monosakarida ketosa yang paling sederhana adalah dihidroksiaseton (Toha, 2001).
2. Oligosakarida merupakan karbohidrat yang tersusun dari dua sampai sepuluh satuan monosakarida. Oligosakarida yang umum adalah disakarida, yang terdiri atas dua satuan monosakarida dan dapat dihirolisis menjadi monosakarida yang terpenting adalah sukrosa, maltosa dan laktosa (Yazid, 2006)
Dari referensi lain yang didapatan, oligosakarida, karbohidrat yang terbentuk dari dua sampai sepuluh monosakarida digolongkan dalam kelompok oligoserida, termasuk kelompok oligosakarida adalah disakarida, trisakarida, dan seterusnya sesuai dengan jumlah satuan monosakaridanya. Olisakarida yang paling banyak di alam ialah disakarida. Molekul ini terdiri atas dua satuan monosakarida yang dihubungkan oleh ikatan glikosida. Disakarida yang dikenal diantaranya adalah sukrosa (gula tebu), maltosa (gula gandum), laktosa (gula susu) dan Selobiosa. Keempat disakarida ini mempunyai rumus molekul sama (C12H22O11) tetapi struktur molekulnya berbeda (Toha, 2001).
3. Polisakarida : karbohidrat yang tersusun lebih dari sepuluh satuan monosakarida dan dapat berantai lurus atau bercabang. Polisakarida dapat dihidrolisis oleh asam atau enzim tertentu yang kerjanya spesifik. Hidrolisis sebagian polisakarida menghasilkan oligosakarida dan dapat digunakan untuk menentukan struktur molekul polisakarida. Contoh : amilum, glikogen, dekstrin dan sellulosa (Yazid, 2006)
Dari referensi lain, polisakarida merupakan karbohidrat bentuk polimer dari satuan monosakarida yang sangat panjang. Polisakarida berfungsi sebagai : bahan bangunan, bahan makanan, dan sebagai zat spesifik. Contoh polisakarida bahan bangunan adalah selulosa yang memberikan kekuatan pada kayu dan dahan bagi tumbuhan, dan kitin, komponen struktur kerangka luar serangga. Polisakarida nutrisi yang lazim adalah pati (Starch pada padi dan kentang) dan glikogen pada hewan. Contoh polisakarida zat spesifik adalah heparin yang berfungsi mencegah koagulasi darah (Toha, 2001).
Untuk kandungan dari sampel kacang tanah dan kacang buncis dari suatu referensi yang saya jumpai adalah sebagai berikut L
 Kandungan kacang tanah
– Vitamin A, B, B2 dan protein
– Tiamin
– Ribosom
– Fosfor
– Zat besi
– Potassium folat
– Magnesium
– Mangan
– Kalori
– Sodium
– Karbohidrat
– Kalsium

 Kandungan kacang buncis dalam 100 gram berat
Protein 2,4 gr
Lemak 0,2 gr
 Karbohidrat 7,7 gr  kandungan yang terbanyak
Kalsium 6,5 mg
Zat besi 1,1 mg

Prinsip – prinsip dalam praktikum ini sesuai dengan literatur yang saya dapatkan adalah sebagai berikut :
a. Uji molish pada dasarnya ingin membuktikan adanya karbohidrat dengan cara pengerjaan yang kualitatif, prosesnya yaitu karbohidrat oleh asam organik pekat (HCl) akan dihidrolisis menjadi monosakarida. Dehidrasi monosakarida jenis pentosa oleh asam sulfat pekat menjadi furfural dan golongan heksosa menghasilkan hidroksi-metil furfural. Pereaksi molish yang terdiri atas -naftol dalam alkohol akan bereaksi dengan furfural membentuk senyawa kompleks berwarna ungu.
b. Uji fehling atau benedict pada dasarnya ingin membuktikan adanya gula reduksi. Gula yang mempunyai gugus aldehida atau keton bebas akan mereduksi ion Cu2+ dalam suasana alkalis menjadi Cu+, yang mengendap sebagai Cu2O berwarna merah bata.
c. Uji Iodium pada dasarnya ingin membuktikan adanya polisakarida (amilum, glikogen, dan dekstrin). Dengan penambahan Iodium diharapkan polisakaridaakan membentuk kompleks adsorpsi berwarna spesifik seperti coklat.
d. Uji hidrolisis polisakarida pada dasarnya ingin melakukan identifikasi hasil hidrolisis dari suatu bahan atau sampel dengan cara pemanasan yang berkala.

Hasil pengamatan untuk hidrolisis polisakarida
 Untuk sampel kacang tanah (150 ml air + HCl 3 ml) (dipanaskan dengan durasi 3 menit lalu ditambah I2 2 tetes :
Selang waktu Hasil
3 menit
6 menit
9 menit
12 menit
15 menit
18 menit
21 menit Warna biru
Warna biru
Warna biru
Warna hitam
Warna hitam
Warna coklat tua
Warna coklat muda




 Sampel kacang buncis
Selang waktu Hasil
3 menit
6 menit
9 menit
12 menit
15 menit
18 menit Coklat
Hitam
Ungu tua
Ungu tua
Ungu tua
Ungu tua


BAB 5
PENUTUP

5.1 Kesimpulan
– Karbohidrat diklasifikasikan ke dalam beberapa bagian yaitu monosakarida, oligosakarida dan polisakarida. Ketiga klasifikasi karbohdirat ini didasarkan pada satuan monomer dari monosakarida dan tersusun berdasarkan atas masing – masing atom C yang dimiliki dan sebagai aldosa ataupun ketosa.
– Pengujian kandungan karbohidrat pada suatu sampel dapat dilakukan dalam beberapa cara uji sebagai berikut :
a. Pengujian molish memiliki tujuan membuktikan adanya karbohidrat secara kualitatif
b. Pengujian iodium (iod) mempunyai tujuan membuktikan adanya polisakarida (amilum, dekstrin dan glikogen)
c. Pengujian hidrolisis polisakarida memiliki tujuan mengidentifikasi hasil hidrolisis polisakarida
d. Pengujian fehling mempunyai tujuan membuktikan adanya gula reduksi
– Sifat – sifat karbohidrat secara umum :
a. Amilum apabila dengan air dingin maka akan tersuspensi dan bila dipanaskan akan terbentuk pembesaran berupa pasta
b. Glikogen mempunyai struktur empiris yang serupa dengan amilum pada tumbuhan.

5.2 Saran
– Hendaknya daam praktikum selanjutnya kita mencoba uji penghidrolisisan disakarida sesuai yang tertera pada modul (Penuntun Praktikum).
– Hendaknya juga kita melakukan penghidrolisisan pati sehinggat kita mengetahui kandungan karbohidrat dari makanan yang kita konsumsi sehari – hari.


DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 1989. Ikhtisar Biokimia Dasar A. Fakultas Kedokteran. Universitas Indonesia : Jakarta
Cree, Laurie, 2005. Sains dalam Keperawatan. Buku Kedokteran EGC : Jakarta
Toha, Abdul, Hamid, H. 2001. Biokimia Metabolisme Biomolekul. Alfabeta : Bandung
Yazid, Eisten, 2006. Penuntun Praktikum Biokimia Untuk Mahasiswa Analis. C.V Andi Offset : Yogyakarta