Tacca palmata

Tacca palmata
freelance

Jumat, 17 Desember 2010

metode eksperimen

PENELITIAN EKSPERIMEN

Pada waktu melihat prestasi siswanya rendah seorang guru sudah berpikir bagaimana cara mengatasinya. Untuk itu, berdasarkan hasil diklat yang diikutinya, mereka ingin mencoba menerapkan melalui penelitian. Apakah hasil belajar siswa yang diajar dengan metode belajar yang selama ini dilakukan lebih jelek dibandingkan dengan metode baru yang diperoleh waktu diklat. Untuk mencoba guru tersebut tidak memahami jenis penelitian apa yang tepat digunakan untuk mengatasi masalah itu? Belum semua guru menguasai berbagai jenis penelitian. Jenis penelitian yang sering digunakan guru dalam mengatasi masalah pembelajaran adalah penelitian tindakan kelas, penelitian deskriptif, penelitian korelasional, dan penelitian eksperimen. Jenis pendekatan penelitian yang paling tepat untuk merealisasi kegiatan guru dalam membandingkan dua metode pembelajaran terhadap hasil belajar adalah melalui penelitian eksperimen.
Apakah penelitian eksperimen itu? Apa tujuannya? Bagaimana cara melakukan yang benar? Bagaimana menulis laporan hasil penelitiannya agar memenuhi syarat dan dapat nilai kreditnya? Marilah kita belajar bersama untuk memahami dan kemudian melaksanakan secara hati-hati dan terarah.
Penelitian eksperimen (Experimental Research) merupakan kegiatan penelitian yang bertujuan untuk menilai pengaruh suatu perlakuan/ tindakan/treatment pendidikan terhadap tingkah laku siswa atau menguji hipotesis tentang ada-tidaknya pengaruh tindakan itu bila dibandingkan dengan tindakan lain. Berdasarkan hal tersebut maka tujuan umum penelitian eksperimen adalah untuk meneliti pengaruh dari suatu perlakuan tertentu terhadap gejala suatu kelompok tertentu dibanding dengan kelompok lain yang menggunakan perlakuan yang berbeda. Misalnya, suatu eksperimen dimaksudkan untuk menilai/ membuktikan pengaruh perlakuan pendidikan (pembelajaran dengan metode pemecahan soal) terhadap prestasi belajar matematika pada siswa SMA atau untuk menguji hipotesis tentang ada-tidaknya pengaruh perlakuan tersebut bila dibandingkan dengan metode pemahaman konsep. Tindakan di dalam eksperimen disebut treatment, dan diartikan sebagai semua tindakan, semua variasi atau pemberian kondisi yang akan dinilai/diketahui pengaruhnya. Sedangkan yang dimaksud dengan menilai tidak terbatas adalah mengukur atau melakukan deskripsi atas pengaruh treatment yang dicobakan sekaligus ingin menguji sampai seberapa besar tingkat signifikansinya (kebermaknaan atau berarti tidaknya) pengaruh tersebut bila dibandingkan dengan kelompok yang sama tetapi diberi perlakuan yang berbeda.

Apakah perlu kelompok pembanding? Marilah kita renungkan jawaban ini. Di dalam proses yang disebabkan oleh satu macam tindakan/ perlakuan, kita tidak pernah dapat menyatakan bahwa tindakan dan proses itu menghasilkan sesuatu yang lebih baik, kurang baik, dan kita baru dapat menyatakan kalau sudah dibandingkan dengan yang lain. Dari suatu tindakan kita hanya dapat menyatakan bahwa proses ini begini dan begitu itu akan menimbulkan gejala yang begini atau begitu. Gejala itu baru dapat dikatakan lebih baik jika gejala lain menjadi ukuran sebagai pembanding. Oleh karena itu dalam suatu eksperimen ilmiah dituntut sedikitnya dua kelompok, yang satu ditugaskan sebagai kelompok pembanding (control group), sedang kelompok yang satu lagi sebagai kelompok yang dibandingkan (experimental group).

Bagaimana cara melaksanakan jenis penelitian eksperimen ini ? Untuk melaksanakan suatu eksperimen yang baik, kita perlu memahami terlebih dahulu segala sesuatu yang berkaitan dengan komponen-komponen eksperimen. Baik yang berkaitan dengan pola-pola eksperimen (design experimental), maupun penentuan kelompok eksperimen dan kontrol, bagaimana kondisi kedua kelompok sebelum eksperimen dilaksanakan, cara pelaksanaannya, kesesatan-kesesatan yang dapat mempengaruhi hasil eksperimen, cara pengumpulan data, dan teknik analisis statistik yang tepat digunakan. Hal itu semua, para guru dapat mempelajari, mempersiapkan dan melaksanakan kegiatan penelitian itu, tanpa meninggalkan tugas sehari-hari di kelas.


Mempersiapkan Eksperimen
Marilah kita mempersiapkan penelitian eksperimen secara baik. Sebelum peneliti melaksanakan treatment/perlakuan, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan. Sebagai ilustrasi seorang guru akan mengadakan percobaan tentang keampuhan dua metode mengajar dalam bidang Matematika, Mana di antara dua macam metode yang dapat memberikan prestasi belajar yang lebih baik (metode pemahaman konsep atau metode pemecahan soal). Hal ini disebabkan karena selama ini ditemukan oleh guru bahwa penggunaan metode pemahaman konsep yang dilakukan menyebabkan prestasi belajar siswanya belum menggembirakan.
1. Langkah awal dijumpai ada problem terhadap prestasi belajar matematika yang selama ini diajarkan melalui metode pemahaman konsep. Seorang guru matematika sewaktu mengikuti diklat mendapatkan metode baru yaitu metode pemecahan soal", kemudian muncul pertanyaan: manakah di antara dua metode pembelajaran Matematika yang dapat menumbuhkan prestasi belajar lebih baik?
2. Tujuannya adalah untuk mengetahui apakah metode pemecahan soal lebih baik dalam mengembangkan kecakapan matematika dibandingkan dengan pemahaman konsep (untuk mengetahui pengaruh metode pemecahan soal terhadap prestasi belajar matematika). Guru juga dapat mengetahui sikap siswa terhadap metode pembelajaran tersebut.
3. Langkah berikutnya, mencari dasar teori yang berkaitan dengan variabel penelitian (metode pembelajaran pemecahan soal dan pemahaman konsep, serta prestasi belajar). Diupayakan adanya kerangka pemikiran yang mengarah pada simpulan bahwa metode pemecahan soal lebih baik dalam menanamkan pemahaman matematika dibandingkan dengan metode pemahaman konsep.
4. Selanjutnya, perlu dikemukakan hipotesisnya: "Metode pemecahan soal lebih baik dibandingkan dengan metode pemahaman konsep dalam meningkatkan prestasi belajar matematika". Hipotesis ini diperlukan untuk pedoman peneliti dalam merancang lebih lanjut.
5. Langkah awal bagian metode penelitian adalah melakukan pengukuran kepada dua kelompok yang siswanya mempunyai kesamaan kemampuan /IQ dalam matematika. Dari dua kelompok yang sudah mempunyai kesamaan itu dipilih secara acak atau random untuk menentukan mana kelompok kontrol dan mana yang akan ditugaskan sebagai kelompok eksperimen.
6. Menentukan siapa guru yang akan ditugasi untuk mengajar pada masing-masing kelompok tersebut. Bilamana telah mendapatkan guru yang memiliki kualitas yang sama, kemudian dipilih secara acak/random untuk ditugaskan ke kelompok eksperimen/kontrol. Kalau gurunya sama/satu orang, wajib menjaga obyektivitas dalam menerapkan kedua metode tersebut.
7. Persiapkan materi ajar dan rincian tindakan yang akan dilakukan pada metode yang telah ditetapkan untuk kedua kelompok tersebut.

Sesudah memahami langkah-langkah tersebut, kita perlu melihat kembali hal hal mendasar yang perlu diperhatikan sebelum eksperimen dilakukan. Kalau semua komponen tersebut sudah dipersiapkan dengan baik dan lengkap barulah mencoba menyusun rancangan/desain eksperimennya.

Faktor Yang Perlu Dikontrol
Sebelum eksperimen dilaksanakan ada berbagai faktor, variabel, serta kondisi apa saja yang berkaitan dengan kegiatan eksperimen yang perlu diperhatikan. Hal ini untuk mengantisipasi adanya perbedaan sesudah eksperimen itu benar-benar disebabkan oleh metode bukan karena faktor lain. Faktor-faktor yang perlu diperhatikan antara lain sebagai berikut.
a) Latar belakang kebudayaan. Pelajar yang mempunyai kebudayaan yang berbeda besar kemungkinan mempunyai sifat dan kebiasaan yang berbeda pula. Untuk itu perlu diperhatikan agar adanya perbedaan bukan karena faktor ini tetapi faktor metode mengajarnya. Ada siswa yang setiap hari selalu belajar bersama dengan kakak-kakaknya, mengikuti pelajaran tambahan setiap sore, dan sebagainya.
b) Dasar matematika; Sebelum eksperimen dimulai siswa masing-masing kelas/kelompok perlu diseimbangkan agar tidak terjadi salah satu kelas terdiri atas siswa yang pandai-pandai, sedang kelas lainnya terdiri atas siswa yang sedang dan kurang pandai. Sehingga adanya perbedaan hasil akhir eksperimen bukan disebabkan oleh metode mengajar tetapi oleh kondisi siswa yang berbeda.
c) Ruangan kelas. Ruangan kelas kedua calon kelompok eksperimen dan kontrol itu harus dibuat sedemikian sehingga tidak ada perbedaan kebisingan, kepengapan karena ventilasi yang kurang, tata ruang, dan tata cahaya.
d) Waktu belajar: Perlu diperhatikan waktu berlangsungnya jam pelajaran, tidak diperkenankan kelompok eksperimen (E) masuk pagi kelompok control (K) masuk sore atau sebaliknya.Jika kelas E masuk pagi, kelas K harus masuk pagi, kalau kelas E masuk jam 8.00 kelas K tidak boleh masuk jam 12.00, sehingga hasil eksperimen dikotori oleh faktor masuk sekolah. Selain itu, jumlah jam kedua kelas/kelompok harus sama
e) Cara mengajar : Metode-metode yang akan dicobakan harus ditetapkan dan dirancang lebih dahulu serta dijalankan secara tertib dan benar. Cara guru mengajar harus sesuai dengan pola yang ditetapkan dalam desain eksperimen yang dipersiapkan.
f) Guru/pengajar : Latar belakang pendidikan, serta pengalaman mengajar diupayakan mempunyai tingkat, level, atau derajat yang seimbang. Demikian tingkat kedisiplinan maupun kemampuannya.
g) Lain-lain : walaupun peneliti sudah berupaya mengendalikan variabel non eksperimen agar tidak memengaruhi hasil eksperimen, namun sering dijumpai adanya kejadian yang sulit dikontrol dan diprediksi, misalnya: tiba-tiba dijumpai adanya siswa yang suka mengganggu jalannya pelajaran, sehingga mempengaruhi temannya untuk tidak disiplin, atau terganggu konsentrasinya akibat ulah satu atau beberapa temannya. Dapat terjadi pula adanya pemberian bimbingan belajar di luar jam pelajaran, baik oleh anggota keluarga atau yang lain.

Perlu disadari bahwa sebenarnya banyak sekali faktor yang mungkin dapat berpengaruh terhadap eksperimen. Oleh karena itu, peneliti eksperimen perlu hati-hati pada setiap langkah agar selalu memperhatikan adanya kemungkinan timbulnya kesesatan, dan ada upaya untuk mengendalikan.


Kesesatan Dalam Eksperimen
Segala sesuatu yang berkaitan dengan kondisi, keadaan, faktor, perlakuan, atau tindakan yang diperkirakan dapat memengaruhi hasil eksperimen disebut variabel. Dalam eksperimen selalu dibedakan adanya variabel-variabel yang berkaitan secara langsung diberlakukan untuk mengetahui suatu keadaan tertentu dan diharapkan mendapatkan dampak/akibat dari eksperimen sering disebut variabel eksperimental atau treatment variable, dan variabel yang tidak dengan sengaja dilakukan tetapi dapat memengaruhi hasil eksperimen disebut variabel noneksperimental. Variabel eksperimental adalah kondisi yang hendak diteliti bagaimana pengaruhnya terhadap suatu gejala. Untuk mengetahui pengaruh varibel itu, kedua kelompok, yaitu kelompok eksperimental dan kontrol dikenakan variabel eksperimen yang berbeda (misalnya metode pemecahan soal untuk kelompok eksperimen dan metode pemahaman konsep untuk kelompok control) atau yang bervariasi.

Variabel noneksperimental sebagian dapat dikontrol, baik untuk kelompok eksperimen maupun kelompok kontrol. Ini disebut variabel yang dikontrol atau controlled variable. Akan tetapi sebagian lagi dari variabel non-eksperimen ada di luar kekuasaan eksperimen untuk dikontrol atau dikendalikan. Ini disebut variabel ekstrane atau extraneous variable. Dalam setiap eksperimen, hasil yang berbeda pada kelompok eksperimen dan kontrol sebagian disebabkan oleh variabel eksperimental dan sebagian lagi karena pengaruh variabel ekstrane. Oleh karena itu, setiap guru yang akan melakukan eksperimen harus memprediksi akan munculnya variabel pengganggu ini.

Adanya perbedaan hasil eksperimen yang dilakukan oleh peneliti/guru/ pengawas dari kelompok eksperimen dengan kelompok kontrol, bukan secara mutlak disebabkan tindakan yang diberikan, tetapi sebagian lagi karena adanya variabel luar/ekstrane yang ikut mempengaruhinya. Besar kecilnya pengaruh variabel ekstrane yang dapat menyebabkan terjadinya perbedaan dengan yang diobservasi dalam hasil eksperimen disebut kesesatan atau errors. Dalam eksperimen dapat dijumpai adanya dua jenis kesesatan yaitu : (1) Kesesatan konstan, dan (2) Kesesatan tidak konstan (kesesatan kompensatoris). Kesesatan konstan merupakan pengaruh akibat variabel ekstrane, yang selalu ada dalam setiap eksperimen. Variabel ini tidak dapat diketahui, tidak dapat diukur dan sulit untuk dikendalikan, serta tidak mudah untuk diperhitungkan dan dipisahkan dengan perbedaan hasil yang ditimbulkan oleh variabel eksperimen. Sebagai contoh dari kesesatan konstan adalah sebagai berikut.
Suatu penelitian eksperimen dilakukan untuk mengetahui pengaruh suatu metode (pemecahan soal) terhadap prestasi belajar matematika. Prosedur eksperimen telah dilaksanakan sesuai dengan metodologi yang benar, maka peneliti berkeyakinan bahwa adanya perbedaan hasil belajar siswa nanti secara mutlak dipengaruhi oleh baiknya metode yang dilakukan. Ia tidak menyadari adanya berbagai variabel yang mungkin dapat mengganggu proses dan hasil eksperimen. Variabel pengganggu kesesatan konstan; misalnya pada kelompok kontrol terdapat siswa yang pada sore hari ikut pelajaran tambahan/privat. Di samping itu, banyak orang tua/keluarga yang peduli sekali terhadap waktu dan kedisiplinan belajar anaknya, sehingga anak itu selalu dibimbing atau diawasi orang tuanya. Ditinjau dari segi guru yang mengajar di kelompok kontrol mempunyai karakteristik kecakapan mengajar, penguasaan bahan ajar, kepribadian, dan pendekatan kepada siswa sangat bagus. Alat untuk mengukur kemampuan siswa baru mampu mengukur sebagian dari kecakapan dan materi yang diajarkan. Variabel-variabel tersebut merupakan variabel luar/ekstrane yang sulit diperhitungkan, sulit dikendalikan, sehingga disinilah muncul adanya kesesatan konstan.

Dengan adanya kesesatan itu, berakibat setelah data akhir eksperimen diperoleh dan dianalisis terjadi tidak adanya perbedaan antara hasil belajar matematika bagi siswa kelompok eksperimen yang diberi perlakukan metode A (pemecahan soal) dengan kelompok kontrol yang menggunakan metode B (pemahaman konsep). Mengapa hal ini terjadi ? Padahal secara teori jelas bahwa metode pemecahan soal lebih baik dibandingkan dengan metode pemahaman konsep. Apa jawabannya? Hal ini terjadi karena banyaknya variabel luar/ekstrane yang muncul pada suatu kelompok tertentu pada saat waktu pelaksanaan eksperimen. Jadi, hasil belajar pada siswa kelompok kontrol telah dicemar oleh varibel ekstrane yang peneliti tidak mampu memperhitungkannya. Padahal kalau eksperimen berjalan dengan mulus tanpa banyak dipengaruhi variabel yang menyesatkan, besar kemungkinan metode yang dicobakan pada kelompok eksperimen akan mampu memberikan hasil belajar yang lebih baik.

Kemudian, tindakan apa yang sebaiknya dilakukan guru yang akan melakukan eksperimen? Perlu mempersiapkan secara maksimal berbagai komponen yang berkaitan dengan metode yang akan dieksperimenkan pada bidang materi pelajaran tertentu, baik yang berkaitan dengan metode pembelajaran yang akan diperlakukan, materi pelajaran, guru pelaksana tindakan, siswa yang dikenai tindakan, kondisi/situasi kelas, lingkungan belajar, maupun komponen lain yang mungkin dapat mempengaruhi hasil eksperimen. Selama proses kegiatan ekperimen berlangsung, peneliti perlu memperhatikan adanya variabel lain yang dimungkinkan akan dapat mengganggu. Hal ini dilakukan untuk mengantisipasi munculnya variabel luar yang dapat menyesatkan hasil eksperimen.
Kemudian, apa yang dimaksud dengan kesesatan tidak konstan itu? Kesesatan tidak konstan adalah kesesatan yang terjadi pada satu atau beberapa kelompok dalam suatu eksperimen, tetapi tidak terjadi pada satu kelompok lain. Kesesatan pada jenis ini ada kemungkinan untuk dapat diperhatikan atau dikendalikan pada waktu mempersiapkan eksperimen, atau menentukan pola eksperimen. Kesesatan tipe ini dapat dibedakan ke dalam tiga jenis, yaitu:
1). Kesesatan tipe S (Subyek).
2). Kesesatan tipe G (Group), dan
3). Kesesatan tipe R (Replikasi).
Untuk mendapatkan pemahaman tentang beberpa tipe kesesatan tersebut di atas berikut ini disampaikan penjelasan singkatnya.

1) Kesesaatan Tipe S
Ciri khusus dari kesesatan adalah adanya fluktuasi subyek sampling pada suatu penugasan subjek ke dalam kelompok eksperimen dan kelompok pembanding/kontrol pada suatu eksperimen. Kejadian ini kemungkinan muncul karena dalam salah satu atau kedua kelompok itu terhimpun beberapa orang dalam segi perimbangan menguntungkan salah satu dari kelompok. Misalnya, dalam suatu eksperimen yang ingin diketahui pengaruh metode terhadap hasil belajar matematika pada suatu kelas di sekolah dasar, mungkin sekali secara kebetulan pada kelas pembanding terhimpun siswa yang memiliki IQ yang lebih tinggi dan rajin belajar. Setelah proses eksperimen berakhir, diadakan tes kepada kedua kedua kelompok secara bersamaan. Setelah diadakan analisis statistik dengan menggunakan uji t diperoleh kesimpulan bahwa tidak ada perbedaan pengaruh antara metode A dan metode B terhadap hasil belajar matematika pada siswa kelas tertentu pada SD tersebut. Mengapa demikian? Hal ini dapat disebabkan hasil belajar dari kedua kelompok eksperimen (kontrol dan eksperimen) bukan disebabkan oleh pengaruh metode, tetapi karena adanya perbedaan subyek (S) yang ditugasi pada kedua kelompok tersebut. Maka dalam pelaksanaan eksperimen, distribusi subyek yang akan ditugasi pada kelompok-kelompok eksperimen harus diseimbangkan, hal ini agar mendapatkan perhatian bagi para peneliti eksperimen pembelajaran.

2) Kesesatan Tipe G
Pada suatu eksperimen dapat terjadi adanya variabel-variabel luar yang mempengaruhi satu atau beberapa kelompok siswa dalam suatu kegiatan eksperimen, tetapi tidak menyangkut seluruh kelompok yang digunakan. Dalam suatu eksperimen bidang pembelajaran seorang guru yang ditugasi untuk mengajar dengan metode CTL (eksperimen) sedemikian baiknya sehingga memberikan pengaruh yang sangat sistematis terhadap prestasi belajar siswa, dan sebaliknya di kelas lain, diajar oleh guru yang kurang mempunyai motivasi mengajar, kurang menguasai bahan ajar, dan bahkan kurang disiplin. Demikian pula kalau dalam suatu kelompok eksperimen terdapat siswa yang nakal, dan sering mengganggu temannya waktu pelajaran sedang berlangsung, akan mempengaruhi hasil eksperimen pada kelas tersebut. Kalau hal ini terjadi maka kesesatan tipe G telah mempengaruhi eksperimen, dan hasil eksperimen tersebut akan tercemari.


3) Kesesatan Tipe R
Ada pola eksperimen yang dilakukan terhadap beberapa eksperimen yang dilakukan secara serentak dengan menggunakan sampel dari bermacam-macam sub-populasi. Pada eksperimen tersebut disebut Replikasi. Berdasarkan pada istilah inilah kesesatan tipe R ini muncul.
Pada eksperimen-eksperimen yang menggunakan metode mengajar yang dilakukan beberapa kali umumnya dikerjakan oleh seorang guru. Akan tetapi, guru lain juga dapat mereplika (mengulangi dalam keadaan yang sama) setelah memahami apa yang dilakukan oleh guru sebelumnya. Kesesatan tipe R ini terjadi bilamana variabel luar memberikan pengaruh secara sistematis terhadap satu replikasi, tetapi tidak memberikan pengaruh pada replikasi yang lain. Metode mengajar yang pernah diberikan sebelumnya mungkin memberikan landasan yang sangat menguntungkan bagi metode yang sedang dicobakan, dan tidak demikian halnya yang ada pada kondisi sebaliknya. Metode yang akan dicobakan ternyata sudah biasa diberikan, sehingga siswa pada sekolah itu akan mendapatkan prestasi belajar yang lebih baik daripada sekiranya mereka diajarkan dengan metode lain. Kalau eksperimen ini dilaksanakan pada suatu sekolah, maka perbedaan pengaruh variabel yang diobservasi dapat dianggap bebas dari kesesatan R itu. Akan tetapi kalau ditinjau dari segi banyaknya replikasi pada suatu eksperimen yang diadakan di beberapa sekolah, mungkin terjadi kesesatan tipe ini dan berpengaruh terhadap rerata dari variabel yang dieksperimenkan.


Pelaksanaan Eksperimen
Sesudah mempersiapkan desain/rancangan eksperimen serta berusaha mengantisipasi berbagai kesesatan yang mungkin dapat mengganggu pelaksanaan dan hasil eksperimen, maka apa yang harus dilakukan agar eksperimen tersebut dapat berjalan dengan baik? Namun, sebelum ke pelaksanaannya perlu dikaji ulang, apakah materi yang akan diajarkan sudah disiapkan dengan baik? Apakah kedua kelompok eksperimen sudah dipersiapkan sesuai prosedur penelitian eksperimen? Dan, guru yang akan melaksanakan sudah dipersiapkan secara memadai dan memiliki kualitas yang seimbang? Kalau semuanya sudah dikaji barulah kita memperhatikan langkah berikut ini.
1. Selama 4 bulan (kalau ini rencana eksperimennya) kelompok A sebagai kelompok eksperimen diberikan materi yang sama dengan kelompok kontrol. Sedangkan metode pembelajaran yang digunakan berbeda. Kelompok A dengan metode pemecahan soal, sedangkan kelompok B dengan metode pemahaman konsep (umpama ini yang direncanakan).
2. Selama pelaksanaan eksperimen diupayakan semaksimal mungkin agar kesesatan tidak timbul terutama kesesatan yang tidak konstan, baik siswa maupun guru pelaksana, agar tidak mengganggu hasil eksperimen.
3. Selama eksperimen perlu diamati semua perubahan yang terjadi berdasarkan pedoman observasi yang telah dipersiapkan, misalnya aspek perhatian siswa, keberanian siswa berpendapat, kondisi kelas, kedisiplinan siswa, dan lain-lain.
4. Sesudah waktu eksperimen selesai (sesudah 4 bulan), diadakan tes akhir eksperimen. Jenis tes, materi tes serta waktu pelaksanaan tes yang diberikan pada kelompok eksperimen dan kontrol harus sama.
5. Sesudah data dikoreksi dan dianggap lengkap, ditabulasi dan dideskripsikan sesuai dengan tujuan penelitian. Data yang sudah disusun dari kedua kelompok tersebut dianalisis dengan statistik uji t. Kalau kesimpulan menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan, maka perlu dilihat mana Meannya yang lebih besar itulah yang lebih efektif/baik. Kalau Mean pada kelompok eksperimen lebih baik, maka dapat disimpulkan bahwa metode pemecahan soal lebih efektif dalam upaya meningkatkan prestasi belajar matematika yang berarti hipotesis kerjanya diterima.

Bagaimana kalau hasil eksperimen ternyata menolak hipotesis kerja? Apakah penelitian itu kemudian tidak berarti dan tidak dapat diajukan untuk mendapatkan kredit pengembangan profesi? Kalau diajukan apakah tidak dapat dinilai sehingga hasil penelitian itu tidak bermanfaat? Kita tidak bisa langsung menjawab ya atau tidak. Perlu dikaji secara hati-hati dengan menggunakan dasar berpikir ilmiah/logika. Coba marilah kita diperhatikan beberapa asumsi berikut untuk direnungkan:
1) Dasar penyusunan hipotesis apakah sudah menggunakan dasar teori serta temuan ilmiah yang relevan? Jawabannya sudah, kalau sudah kita ke alur berikutnya.
2) Bilamana penelitian itu merupakan penelitian eksperimen, apakah persiapan eksperimen sudah dilakukan secara ilmiah menurut dasar-dasar penelitian eksperimen? Jawabannya sudah; baik yang menyangkut penetapan kedua kelompok kontrol dan eksperimen), maupun penetapan pelaksana eksperimen. Kalau sudah, marilah ke pertanyaan berikutnya.
3) Kalau demikian, apakah kondisi-kondisi pada kedua kelompok eksperimen tersebut sudah diperhatikan dengan baik dan seimbang? Jawabannya sudah, waktu masuk sekolah, lingkungan kelas, peralatan/ alat peraga serta bahan ajar yang akan diberikan dan komponen lain yang terkait. Kalau demikian perlu kita lanjut ke pertanyaan selanjutnya.
4) Penyebabnya ada kemungkinan peneliti kurang memperhatikan adanya kesesatan tidak konstan yang ditimbulkan dari berbagai aspek, misalnya adanya siswa yang sering mengganggu salah satu kelompok eksperimen, atau adanya tindakan guru pelaksana eksperimen/kontrol yang kurang serius dalam bertugas, atau di suatu kelas terhimpun siswa yang memiliki potensi dan motivasi belajar yang kuat yang berkaitan dengan materi pelajaran yang dieksperimenkan. Misalnya pelajaran matematika, di suatu kelas terhimpun siswa yang IQ-nya bagus-bagus dan tidak demikian pada kelas yang lain. Kalau hal ini jawabannya tidak dan masalah itu sudah diperhatikan serta sudah dilaksanakan guru pelaku eksperimen/peneliti, maka peneliti perlu mengajukan pertanyaan berikutnya.
5) Kemungkinan peneliti waktu menyusun alat evaluasi belajar hasil eksperimen tidak memperhatikan tingkat validitas dan reliabilitasnya. Artinya ketepatan dan ketelitian alat evaluasinya tidak terpenuhi, atau tingkat keterandalannya belum diperhatikan, atau belum mencakup seluruh materi pelajaran. Atau, waktu pelaksanaan evaluasi/tes akhir tidak dilakukan bersamaan, sehingga siswa pada salah satu kelas mendapatkan bocoran dari kelas lain. Kalau jawabannya juga tidak, maka lanjutkan ke pertanyaan yang ke-6.
6) Jika demikian ada kemungkinan cara analisis datanya tidak tepat, tidak mengikuti teknik analisis statistik eksperimen sesuai dengan pola yang digunakan. Dimulai dari koreksi hasil post test/evaluasi akhir, tabulasi sampai penggunaan pada analisis dengan teknik statistiknya harus benar, kesalahan tanda koma saja dapat mengakibatkan dari ada perbedaan menjadi tidak ada atau sebaliknya. Bilamana hal ini juga sudah dilaksanakan dengan statistik dan prosedur analisis yang tepat dan hati-hati oleh peneliti. maka tinggal kemungkinan/ alternatif atau asumsi terakhir.
7) Kalau keenam hal di atas sudah dilaksanakan dengan baik, hati-hati dan juga tidak melakukan penyimpangan, maka kemungkinan terakhir yaitu adanya kesesatan konstan yang tidak mungkin peneliti mampu untuk mengatasi/menghilangkan, tetapi peneliti juga tidak mencoba mengurangi kesesatan ini. Kondisi itu misalnya, pada salah satu kelompok sebagian besar siswa pada sore hari mengikuti pelajaran tambahan, banyak dibimbing saudara/orang tuanya pada malam hari, budaya disiplin belajar telah tertanam pada sebagian siswa, alat/sarana/media belajar siswa lengkap atau sebaliknya pada kelompok lain banyak anak yang malas belajar dan faktor lain yang dapat berpengaruh terhadap hasil belajar.

Untuk itu, bilamana hasil penelitiannya menolak hipotesis dan peneliti mampu memberi alasan/bahasan yang logis dan argumentasi yang jelas, dan kuat maka hasil penelitian tersebut tetap dapat diajukan dan bahkan mungkin mempunyai nilai/kredit atau dapat diusulkan/diajukan untuk kenaikan jabatan/ pangkat pengembangan profesi. Justru kalau hasil penelitian menolak, hipotesisnya dibangun dengan mempunyai dasar kuat dan data lapangan yang dihasilkan secara faktual memang mendukung adanya, maka akan dapat menumbuhkan pemikiran baru, konsep baru yang dapat mengarah ke pembentukan teori baru kalau penelitian lanjutan untuk memperkuat hasil penelitian tersebut dilakukan. Akibatnya, diperolehnya konsep baru, preposisi baru akan dapat mengembangkan teori baru dan meninggalkan teori lama. Memang jarang dijumpai adanya peneliti yang demikian atau peneliti tidak berani menyampaikan hasil penelitiannya bilamana hasil analisis tidak menerima hipotesis kerjanya, karena peneliti belum mampu memberikan alasan yang mendasar atas ditolaknya hipotesis tersebut.
Sesudah dipahami bagaimana mempersiapkan/menyusun rancangan eksperimen, melaksanakan serta faktor apa yang harus dikendalikan agar tidak mengganggu hasil eksperimen, perlu dipelajari beberapa jenis eksperimen mana yang paling sesuai bagi guru yang akan mencoba metode pembelajaran dalam upaya memperbaiki hasil belajar siswa. Dipersilahkan Anda membaca bagian berikut ini.

Desain Eksperimen
Apakah desain eksperimen itu? Desain eksperimen adalah suatu rancangan percobaan dengan setiap langkah tindakan yang terdefinisikan, sehingga informasi yang berhubungan dengan atau diperlukan untuk persoalan yang akan diteliti dapat dikumpulkan secara faktual. Dengan kata lain, desain sebuah eksperimen merupakan langka-langkah lengkap yang perlu diambil jauh sebelum eksperimen dilakukan agar data yang semestinya diperlukan dapat diperoleh sehingga akan membawa ke analisis obyektif dan kesimpulan yang berlaku dan tepat menjawab persoalan yang dibahas.

Sebagai contoh, untuk meneliti pengaruh metode pemecahan soal terhadap prestasi belajar matematika, perlu dipersiapkan rancangan/proposal penelitian. Untuk itu, perlu jawaban atas pertanyaan-pertanyaan berikut:
a. Persoalan apa yang menjadi pusat perhatian peneliti sehingga harus melakukan penelitian dengan penelitian eksperimen?
b. Bagaimana mempersiapkan kelompok eksperimen dan kontrol?
c. Karakteristik metode pembelajaran apa yang akan dibandingkan?
d. Variabel tergantung (dependent) apa yang menjadi pusat perhatian peneliti dan apa instrumen pengukurnya?
e. Apa teori dasar yang harus dipersiapkan?
f. Berapa lama eksperimen akan dilakukan?
g. Metode analisis apa yang tepat digunakan?
h. Bagaimana mengurangi kesesatan pada kedua kelompok?
Pertanyaan di atas memberi gambaran bahwa suatu desain untuk mengerjakan suatu eksperimen perlu dipikirkan selengkap dan serinci mungkin, agar dapat dipakai pegangan dalam pelaksanaannya.

Dalam penelitian eksperimen kita tidak terkonsentrasi pada satu jenis desain/ pola eksperimen saja. Ada tiga desain yang disajikan, guru dapat memilih alternatif mana yang paling tepat untuk mencoba suatu tindakan tertentu bilamana kondisi siawa/kelas/sekolah mengalami masalah. Setiap pola/desain eksperimen mempunyai kelemahan dan kebaikannya, namun peneliti harus mampu memilih desain eksperimen yang dapat dilaksanakan dan paling minim mengandung resiko kelemahan.
Sebenarnya lebih dari 8 (delapan) desain eksperimen yang dapat kita pelajari, namun berikut ini hanya disampaikan beberapa desain eksperimen yang sering digunakan guru dalam memperbaiki hasil belajar siswa, yaitu:
1) Treatments by Levels Designs,
2) Treatment by Matched Groups Designs, dan
3) Matched Subjects Designs.
Untuk mendapatkan gambaran yang agak jelas berikut ini diuraikan secara singkat ketiga desain eksperimen tersebut.

1. Treatment by Levels Designs.
Desain ini memberikan dasar-dasar pengamatan stratifikasi yang lebih baik. Kita sadari bahwa pada setiap kelompok/kelas selalu dijumpai adanya siswa yang masuk kelompok tinggi dan rendah, ada siswa-siswa yang pandai dan kurang pandai, maka melalui desain ini stratifikasi itu perlu mendapat perhatian dalam menentukan kelompok kontrol dan eksperimen. Kondisi semacam ini dalam pelaksanaan suatu eksperimen perlu diperhatikan agar tidak banyak mengganggu hasil akhir eksperimen.
Untuk itu, dalam persiapan eksperimen, peneliti harus menentukan dua kelompok yang di dalamnya terdistribusi siswa yang berkemampuan yang seimbang. Walupun demikian bukan berarti bahwa desain ini sudah terbebas dari kesesatan, masih juga dapat terjadi bilamana tidak memperhatikan pelaksana/guru pelaku tindakan baik di kelompok eksperimen atau di kelompok kontrol. Pengulangan juga terjadi kalau tidak diperhatikan kemungkinan pengulangan metode pada kedua kelompok itu. Di samping itu, juga perlu diperhatikan variabel lain yang dapat berpengaruh terhadap hasil eksperimen, maka persiapan perlu dilakukan sebaik-baiknya.

2. Treatment by Matched Group Designs
Desain eksperimen ini merupakan desain yang paling banyak digunakan para guru dalam menguji keampuhan suatu metode pembelajaran dibandingkan metode lain. Data untuk persiapan dengan desain eksperimen ini dapat diperoleh dari dokumen atau memberikan pretest kepada siswa yang akan dijadikan subyek penelitian. Persoalan pokok yang perlu dipikirkan lebih awal pada matching group adalah faktor-faktor yang harus diseimbangkan agar kelompok-kelompok yang mengikuti eksperimen dapat berjalan pada kondisi eksperimental tanpa dipengaruhi faktor ekstrane. Prinsipnya semua faktor yang dipandang dapat mempengaruhi/mengotori pengaruh tindakan/ treatment harus di-matched/ dijodohkan sebelum tindakan atau eksperimen dilakukan. Misalnya prestasi belajar dan kecerdasan /inteligensi dipandang akan berpengaruh pada hasil eksperimen, maka kedua faktor itu harus di-matched.
Cara melakukan matching dapat dilakukan dengan menguji perbedaan kelompok-kelompok yang dicoba akan menjadi kelompok eksperimen dan kelompok kontrol dengan analisis t-test. Bilamana ada perbedaan antara kedua kelompok itu eksperimen tidak dapat diteruskan, berarti kedua kelompok itu harus menunjukkan adanya kesamaan.

3. Matched Subjects Designs
Desain ini berlandaskan pada adanya matched subjects pada dua kelompok yang dipersiapkan untuk eksperimen. Pada matched groups, yang dipakai dasar adalah menjodohkan kedua kelompok itu dengan perhitungan seluruh subyek yang ada pada tiap kelompok, sedang matched subjects yang dijodohkan tiap-tiap subyek pada kelompok yang satu dengan subyek pada kelompok yang lain. Pada matched subjects dapat dijodohkan dengan sistem: a) nominal pairing, b) ordinal pairing, atau c) combined pairing. Pada Nominal pairing yang dipasang-pasangkan seperti jenis kelamin, jenis pekerjaan orang tua, sedang ordinal pairing yang dipasang-pasangkan adalah intelegensi, prestasi belajar, atau tingkat pendidikan. Sedangkan pada combined pairing, yang dipasang-pasangkan adalah kombinasi antara nominal dan ordinal pairing. Pada pelaksanaannya sangat tergantung pada pelaku eksperimen, sistem apa yang akan dipakai.
Desain ini mempunyai kepekaan (sensitivitas) yang lebih tinggi dibandingkan dengan desain lainnya dalam mendeteksi perbedaan pengaruh tindakan/treatment, apalagi kalau mampu memperhatikan faktor-faktor lain yang dapat mencemari hasil eksperimen.

Laporan Penelitian
Kegiatan paling akhir dan sering tertunda-tunda serta menjemukan adalah menyusun laporan hasil penelitian. Agar tidak tertunda dan tetap segar untuk menyusun laporan dapat dimulai sejak peneliti melaksanakan kegiatan eksperimennya. Apa yang harus ditulis awal, penelitiannya saja baru dimulai? Kalau kita memperhatikan materi yang akan ditulis pada laporan hasil penelitian itu, harus diingat rancangan/proposal penelitian yang sudah disusun sejak awal. Rancangan penelitian yang sudah lengkap dan terstruktur secara sistematis, akan memberikan bahan dasar laporan yang sangat berharga dan mengurangi beban waktu penyusunan laporan. Tiga bab dari lima bab pada laporan sudah ada di dalam rancangan/proposal penelitian, walaupun masih perlu dipertajam, disempurnakan dan dilengkapi sesuai dengan apa yang akan dilaksanakan peneliti. Oleh karena itu, sambil melaksanakan eksperimen guru/peneliti dapat mengawali menyusun laporan pada bab pendahuluan, kajian teori dan pustaka, serta bab metode penelitiannya.
Bab atau bagian baru dan lebih membutuhkan pemikiran peneliti dan belum ada di proposal adalah Bab IV yang menyajikan hasil penelitian dan pembahasan. Bab ini baru dapat ditulis kalau kegiatan pengumpulan data dan kegiatan eksperimennya sudah selesai. Semua data dari proses sampai hasil akhir eksperimen harus disajikan pada bagian ini. Cara menyajikan dapat dalam bentuk tabel, grafik, skema atau bagan, dan bertujuan untuk mempermudah pembaca memahmi makna yang disampaikan peneliti. Hasil analisis data didasarkan pada hasil yang diperoleh dari tes materi pelajaran serta angket pada akhir pelajaran/eksperimen.
Untuk menyusun laporan penelitian, guru diharapkan memahami sistematika penulisan yang sudah ditetapkan, seperti yang terlampir pada bagian akhir dari hand-out ini. Pada prinsipnya sistematika pembahasan mengandung tiga bagian pokok yaitu, bagian awal, bagian inti dan bagian pendukung. Agar karya ilmiah jenis penelitian ini memenuhi syarat untuk dinilai angka kreditnya, diwajibkan ada pengesahan dari kepala sekolah dan guru pengusul/penelitian.


Penelitian eksperimen merupakan jenis penelitian yang dapat dilaksanakan oleh guru di samping penelitian tindakan kelas. Kalau dilakukan dengan hati-hati dan cermat besar kemungkinan akan mendapatkan kepuasan tersendiri, baik dalam bidang akademik maupun ilmu pengetahuan yang diperoleh. Guru sering sekali memperoleh ilmu baru, mendapat metode baru yang dapat dicobakan untuk mendapatkan gambaran secara jelas perbedaan yang diakibatkan, terlebih kalau mampu mengendalikan variabel pengganggu pelaksanaan eksperimen. Untuk itu mempelajari berbagai jenis penelitian sangat penting dalam mengantarkan guru dalam meningkatkan/ mengembangkan profesinya secara nyata dalam menghayati berbagai masalah yang dihadapi sehari-hari di kelas. Dengan penguasaan penelitian eksperimen akan dapat melengkapi tugas guru dalam upaya mengantarkan para siswanya untuk mendapatkan prestasi yang lebih baik. Selamat mencoba untuk melakukan penelitian eksperimen yang sesuai dengan disiplin ilmu yang sedang ditekuni dan dikembangkan.

Jumat, 06 Agustus 2010

BAB I
PENDAHULUAN


1.1 Tujuan Praktikum
  • Mengetahui faktor-faktor internal dan eksternal yang mempengaruhi proses pertumbuhan dan perkembangan pada perkecambahan.
  • Mengetahui perbedaan pertumbuhan dan perkembangan pada kecambah.
  • Membandingkan laju pertumbuhan kecambah pada perlakuan kertas gulung dan di atas baskom.

1.2 Tinjauan Pustaka
Perkecambahan merupakan permulaan kembali pertumbuhan tumbuhan embrio di dalam biji. Yang diperlukannnya ialah suhu yang cocok, banyaknya air yang memadai dan persediaan oksigen yang cukup. Terbuka terhadap cahaya untuk waktu yang sesuai juga merupakan persyaratan bagi perkecambahan untuk beberapa kasus. Biji-biji beberapa tumbuhan yang terdapat di tempat-tempat berawa hanya akan berkecambah setelah lama terkena cahaya matahari. Sebaliknya, perkecambahan biji tumbuhan gurun pasir tertentu justru terhalang kalau terlalu lama terkena cahaya. Periode dormansi juga merupakan persyaratan bagi perkecambahan banyak biji.
a. Plumula terdiri atas dua daun embriotik, yang akan menjadi daun-daun sejati yang pertama tumbuhan bibit, dan tunas terminal (apikal). Tunas ini ialah meristem dan padanyalah akat terjadi pertumbuhan batang yang selanjutnya.
b. Hipokotil dan radikula yang masing-masing akan tumbuh menjadi batang dan akar primer.
c. Satu atau dua kotiledon, yang menyimpan makanan untuk digunakan biji yang berkecambah. Angiosperma yang membentuk biji dengan dua kotiledon disebut dikot, sedangkan yang hanya membentuk satu kotiledon disebut monokot (Kimball, 1983).
Bagi banyak orang perkecambahan sebuah biji menandakan permulaan kehidupan, akan tetapi pada kenyataannya biji itu sudah mengandung tumbuhan ukuran-miniatur, lengkap dengan akar dan tunas embrionik. Pada perkecambahan tumbuhan tidak memulai kehidupan akan tetapi meneruskan pertumbuhan dan perkembangan secara temporer dihentikan ketika biji menjadi dewasa dan embrionya menjadi tidak aktif. Beberapa biji berkecambah segera setelah mereka berada dalam lingkungan yang sesuai. Biji jenis lain bersifat dorman dan tidak akan berkecambah, meskipun disemaikan dalam tempat yang menguntungkan, sampai petunjuk lingkungan tertentu menyebabkan biji mengakhiri keadaan dormansi tersebut. Lama waktu dimana biji dorman masih hidup dan mampu berkecambah bervariasi dari beberapa hari hingga beberapa dekade atau lebih lama lagi, bergantung pada spesies dan kondisi lingkungan. Tanah memiliki kumpulan biji yang belum berkecambah yang kemungkinan telah tertumpuk selama beberapa bertahun (Campbell, 2003).
Pada kondisi pertumbuhan yang cocok, satu biji yang muda akan berkecambah dan menghasilkan satu tumbuhan muda atau kecambah. Gejala luar pertama dari perkecambahan adalah pecahnya testa di daerah mikropil dan dari situ muncul radikula yang kemudian menancap ke tanah dan tancapan menjadi kuat dengan munculnya rambut akar. Pada waktu yang bersamaan ketika radikula timbul, mulailah pertumbuhan aktif pada bagian embrio lainnya. Jika bagian aktif tumbuhan ini adalah hipokotil, plumula dan kotiledon yang masih terbungkus testa akan terangkat ke atas permukaan tanah dan kotiledon itu akan segera mengembang sebagai struktur daun pertama. Seringkali kotiledon itu berubah menjadi hijau dan berfungsi sebagai daun yang berfotosintesis, kotiledon kecambah yang besar tampak seperti daun sejati. Pada beberapa biji tanpa endosperma, misalnya kacang buncis (Phaseolus vulgaris), kotiledonya terisi penuh dengan cadangan makanan yang tersimpan, sehingga pada waktu cadangan ini habis, kecambah telah cukup pertumbuhannnya, sehingga dapat berdiri sendiri dan kotiledon ini layu serta rontok. Tipe perkecambahan yang epikotilnya memanjang dikatakan sebagai perkecambahan epigeal sebab kotiledonnya terangkat ke atas permukaan tanah. Perkecambahan kacang Uci (Vigna unguiculata), jarak dan labu adalah contoh dari perkecambahan kacang epigeal. Sebaliknya, jika bagian yang tumbuh aktif ketika radikula muncul ialah epikotil yaitu poros batang dari plumula yang berada di atas kotiledon tetap berada di dalam tanah. Sebelum plumula mencapai permukaan tanah, kotiledon membungkuk ke bawah seperti satu kail, sehingga meristem pucuknya yang rapuh itu terarah ke bawah dan terlindung dari gesekan dengan partikel tanah. Ketika sampai dipermukaan tanah, plumula itu meluruskan diri dan tumbuh menjadi pucuk. Kotiledonnya mengerut ketika kandungan makanannya habis. Tipe perkecambahan yang epikotilnya memanjang disebut hipogeal.

Fisiologi Perkecambahan
Yang pertama-tama diperlukan untuk memulai tumbuh bagi kebanyakan biji adalah tersedianya air. Biji menyerap air dengan cara imbibisi dan akibatnya bagian isi kaloid yang kering akan memperoleh air kembali. Hal ini pada dasarnya sama dengan apa yang terjadi jika air diberikan kepada sayur yang dikeringkan dalam sop yang terbungkus. Imbibisi diikuti dengan membengkaknya biji dan terjadi tanpa memandang apakah biji itu masih hidup atau tidak. Sebagai akibat dari air yang diserapnya gaya yang besar, sampai 2000 bar, dapat berkembang dalam biji yang kering. Ketika lebih banyak air memasuki biji dengan cara imbibisi, tenaga imbibisi untuk menyerap air akan berkurang, tetapi sel-sel yang telah terhidrasi memiliki gaya osmosis yang memudahkan penyerapan air lebih lanjut. Akhirnya jaringan kembali ke ukuran semula dan bentuk semula seperti sebelum biji mengering selama pematangan dan organisasi struktural sel kembali seperti semula.
Metabolisme aktif kini dimulai, dan hal ini ditunjukkan oleh peningkatan kecepatan respirasi yang mendadak dan sintesis protein, yang kedua-duanya berkaitan dengan hidrasi enzim-enzim yang ada. Jika tumbuhan embrio yang berada di dalam biji melanjutkan pertumbuhannya, embrio ini perlu membentuk suatu sistem perakaran penyerap dan sistem pucuk untuk fotosintesis, sehingga embrio itu dapat berdiri sendiri. Untuk mencapai tujuan ini poros embrio memerlukan bahan makanan untuk melaksanakan respirasi aktif dan untuk mensintesis protoplasma dan dinding sel baru. Dalam tahap yang sangat awal, sebelum jelas kelihatan tanda-tanda perkecambahan, poros embrio memiliki bahan yang cukup dalam tubuhnya untuk memenuhi keperluannya yang segera. Pada butir-butir serealia, misalnya, embrionya berisi sukrosa, protein cadangan dan lipid.
Cadangan makanan ini yang tak dapat larut harus di ubah menjadi bahan yang dapat larut sebelum diangkut ke bagian-bagian pertumbuhan dan kecambah yang masih sangat muda itu. Hal ini dilaksanakan dengan cara sintesis dan tindakan selanjutnya dari enzim-enzim hidrolisis seperti amilase yang merubah pati menjadi gula, protease yang merombak protein menjadi asam amino, nuklease yang menghidrolisis asam nukleat menjadi nukleotida dan lipase yang memecah lemak menjadi gliserol dan asam lemak. Tipe mekanisme pengatur yang melaksanakan mobilisasi pegaturan cadangan biji akan diuraikan dengan mengacu kepada butir barlei (Hordeum distichon) yang perkecambahannya telah dipelajari secara ekstensif daripada perkecambahan biji-biji lainnya, karena mendasari proses peragian (malting proces) pada pembuatan bir di daerah iklim sedang. Selama perkecambahan normal pembentukan hidrolase oleh sel-sel aleuron dirangsang oleh embrio. Jika embrio dikeluarkan, sel aleuron gagal membentuk hidrolase. Kini diketahui bahwa isyarat dari embrio yang menginstruksikan sel aleuron untuk menghasilkan enzim aktif hormon pertumbuhan yang disebut asam giberelat. Pengaturan hormonal mengenai pengerahan makanan cadangan sangat disederhanakan. Telah diketahui bahwa poros embrio dan skutelum mulai mensintesis asam giberelat pada permulaan perkecambahan dan asam giberelat itu bergerak ke lapisan aleuron melalui jaringan pembuluh yang terdiferensiasi dari embrio dan skutelum (Loveless, 1999).
Perkecambahan biji tergantung pada imbibisi, penyerapan air akibat potensial air yang rendah pada biji yang kering. Air yang berimbibisi menyebabkan biji mengembang dan memecahkan kulit pembungkusnya dan memicu perubahan metabolik pada embrio yang menyebabkan biji tersebut melanjutkan perubahan. Enzim-enzim akan mulai mencerna bahan-bahan yang disimpan pada endosperma atau kotiledon, dan nutrien-nutriennya dipindahkan ke bagian embrio yang sedang tumbuh. Organ pertama yang muncul dari biji yang berkecambah adalah radikula, yaitu akar embrionik. Berikutnya ujung tunas harus menembus permukaan tanah. Pada kacang ladang dan banyak tumbuhan dikotil lainnya, hipokotil akan berbentuk seperti suatu kait, dan pertumbuhan akan mendorong kait itu ke atas permukaan tanah. Dirangsang oleh cahaya, hipokotil akan tumbuh lurus, mengangkat kotiledon dan epikotil. Dengan demikian, ujung tunas yang lembut dan kotiledon yang sangat besar itu ditarik ke atas permukaan tanah, bukan didorong oleh ujungnya melalui tanah yang abrasif. Sekarang epikotil menyebarkan helai daun pertamanya, yang mengembang, menjadi hijau dan mulai membuat makanan melalui fotosintesis. Kotiledon akan layu dan rontok dari biji karena cadangan makanannya telah dihabiskan oleh embrio yang berkecambah itu. Cahaya kelihatannya merupakan petunjuk utama yang memberitahu benih bahwa ia telah menembus tanah. Kita dapat menipu biji kacang sehingga biji tersebut bertingkah laku seolah-olah ia masih tetap terkubur dengan cara mengencambahkan biji dalam kegelapan. Perkecambahan suatu biji tumbuhan, seperti kelahiran atau penetasan seekor hewan, merupakan tahapan kritis dalam siklus hidup. Biji yang keras akan menghasilkan suatu benih yang sangat rentan yang akan terpapar pada pemangsa, parasit, angin dan bahaya lainnya. Pada kehidupan liar, hanya sebagian kecil dari benih yang dapat bertahan cukup lama untuk menjadi dewasa. Produksi biji dan buah dalam jumlah besar adalah kompensasi terhadap rintangan dalam kelangsungan hidup individu dan memberikan cukup bahan bagi seleksi alam untuk menyeleksi kombinasi genetik yang paling berhasil. Namun demikian, ini merupakan cara reproduksi yang sangat mahal ditinjau dari sumber daya yang dikonsumsi dalam proses pembentukan bunga dan buah. Reproduksi aseksual, yang umumnya lebih sederhana dan kurang berbahaya bagi keturunan dibandingkan dengan reproduksi seksual, merupakan suatu cara alternatif untuk perbanyakan pertumbuhan (Campbell, 2003).

Jumat, 11 Juni 2010

mikrobiologi ( pewarnaan)

PENDAHULUAN

 

 

1.1  Latar Belakang

Bakteri merupakan organisme yang memiliki morfologi bentuk tubuh dasar yang pada umumnya mirip satu sama lain dengan struktur tambahan yang berbeda-beda. Sel bakteri jika diamati dengan mata biasa sangatlah sulit karena ukurunnya yang sangat mikroskopik, untuk itu digunakan mikroskop untuk membantu dalam  mengamati morfologi dan mengidentifikasinya.

Jika dibuat preparat ulas tanpa pewarnaan, sel bakteri sulit terlihat karena bentuk selnya yang transparan dan bermacam-macam. Bakteri juga memiliki sifat yang dapat diabsorbsi oleh zat-zat tertentu. Dalam laboratorium mikrobiologi sifat-sifat tersebut digunakan untuk mengamati bakteri, karena sifat yang dapat menyerap suatu zat yang bersifat asam atau basa yang dapat memberikan suatu warna baik itu pada sel bakteri ataupun pada latar belakang dari bakteri tersebut.

Pewarnaan dalam kegiatan identifikasi bakteri bertujuan untuk memperjelas sel bakteri dengan menempelkan zat warna ke permukaan sel bakteri. Zat warna dapat mengabsorbsi dan membiaskan cahaya, sehingga kontras sel bakteri dengan sekelilingnya ditingkatkan. Di mana zat warna tersebut dapat memberikan muatan negatif atau positif.  Contoh zat warna asam antara lain Crystal Violet, Methylene Blue, Safranin, Base Fuchsin, dan Malachite Green. Sedangkan zat warna basa sebagai contoh antara lain Eosin dan Congo Red .

Berdasarkan hal di atas maka, dilakukanlah percobaan ini untuk mengetahui dari bagaimana cara kerja dari suatu zat warna dan sifatnya pada suatu bakteri.

 

1.2  Tujuan Praktikum

1.        Mengatahui tujuan dari pewarnaan bakteri.

2.        Mengetahui bentuk morfologi dari bakteri yang telah diwarnai dengan zat warna.

3.        Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi dari perwarnaan bakteri.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

 

 

Mikroorganisme yang tidak diwarnai umumnya tampak transparan bila diamati dengan mikroskop cahaya biasa. Hal ini karena sitoplasma sel mikroba memiliki indeks bias hampir sama dengan indeks bias lingkungannya yang bersifat cair dan mikroba tidak mengadsorbsi atau membiaskan cahaya.

Pada umumnya zat warna yang digunakan adalah senyawa-senyawa garam yang salah satu ionnya berwarna. Garam terdiri dari ion bermuatan positif dan ion yang bermuatan negatif. Sel-sel bakteri mempunyai muatan yang agak negatif bila pH lingkungannya mendekati netral. Muatan negatif dari sel bakteri akan bergabung dengan muatan positif dari ion zat warna, misalnya methylen blue, sehingga hasilnya sel tersebut akan berwarna. Prosedur pewarnaan yang menghasilkan pewarnaan mikroba dinamakan perwarnaan positif. Dalam prosedur ini dapat digunakan zat warna basa yang bermuatan positif maupun zat warna yang bermuatan negatif. Zat warna atau zat biologi adalah persenyawaan organik yang mempunyai gugus cromofor dan gugusan auxocrom yang berikatan dalam suatu cicin benzena. Gugus cromofor merupakan gugusan yang dapat memberikan warna pada molekul cat, sedangkan auxocrom adalah zat yang dapat memberikan disosiasi elektrolit-elektrolit pada molekul cat sehingga cat bersifat lebih mudah bereaksi (Waluyo, 2008).

Perwarnaan sederhana merupakan pemberian warna pada bakteri atau jasad-jasad renik lain dengan menggunakan larutan tunggal suatu pewarna pada lapisan tipis, atau olesan yang sudah difiksasi. Pewarnaan diferensial merupakan teknik dari prosedur pewarnaan yang menampilkan perbedaan di antara sel-sel mikroba. Dengan teknik ini biasanya digunakan lebih dari satu larutan zat pewarna atau reagen pewarnaan.

Pewarnaan gram merupakan salah satu teknik pewarnaan diferensial yang paling penting dan paling luas digunakan untuk bakteri ialah pewarnaan gram. Bakteri yang diwarnai dengan metode gram ini dibagi menjadi 2 kelompok: salah satu di antaranya bakteri gram positif, mempertahankan zat pewarna Kristal violet dan karenanya tampak ungu tua. Gram negatif kehilangan Kristal violet ketika dicuci dengan alkohol, dan sewaktu diberi pewarnaan tandingan dengan merah safranin, tampak merah (Dwidjoseputro, 1981).  

Organisme penyebab gastroenteritis (Enterokolitis)

1)      Bakteri Gram Positif

a.       Staphylococcus aereus

Selnya berbentuk bola dengan garis tengah 0,8-leam tersusun dalam kelompok-kelompok tidak teratur. Di bawah pengaruh zat-zat kimia tertentu (misalnya penicillin) kuman ini berubah bentuk menjadi L, tetapi kuman tidak dipengaruhi oleh garam-garam empedu atau optokin. Kuman ini bersifat koogulasi positif, berwarna kuning, bersifat hemolisa positif dan meragikan manitol.

b.      Bacillus cereus

Bakteri ini termasuk batang besar, gram positif, membentuk rantai, membentuk spora, dapat tumbuh pada makanan dan menghasilkan enterotoksin yang menyebabkan kracunan makanan.

2)      Bakteri Gram Negatif

Escherichia coli

Bakteri ini berbentuk batang gram negative yang dapat membentuk rantai, jarang membentuk spora. Pada umumnya tidak dapat memproduksi H2S, tetapi beberapa strain mendapatkan plasmid dari Salmonella sehingga mampu memproduksi gas ini. Sporanya mudah dirusak oleh panas, germisida dan disinfektan pada konsentrasi rendah. Mempunyai sejumlah fimbrae atau pili sebagai alat melekat pada host (Budiyanto, 2002).

Perwarnaan sel pada mikroorganisme pada umumnya menggunakan lebih dari satu macam zat warna. Hasil pewarnaan tergantung beberapa faktor antara lain:

1.        Fiksasi

Sebelum mikroorganisme, khususnya bakteri diwarnai harus dilakukan fiksasi terlebih dahulu. Cara yang paling banyak digunakan adalah cara fisik dengan pemansan  atau dengan freeze drying atau dapat juga dilakukan fiksasi dengan melakukan agensia kimia. Agen kimia yang sering digunakan antara lain sabun, fenol, dan formalin.

Cara fiksasi yang paling banyak digunakan dalam pewarnaan bakteri adalah dengan membuat lapisan suspensi dari atas gelas beberapa kali di atas nyala lampu spirtus. Pewarnaan biologi lainya dapat digunakan agensia-agensia fiksasi kimia seperti campuran asam cuka dengan asam pikrat, alkohol dengan aseton, asam kromat dengan asam osmiat.

2.        Peluntur Zat Warna

Peluntur zat warna adalah suatu senyawa yang menghilangkan warna dari sel yang diwarnai. Peluntur zat warna berfungsi untuk menghasilkan kontrras yang baik pada bayangan mikroskop. Pada umumnya sel-sel yang mudah diwarnai akan lebih mudah pula dilunturkan. Sedangkan sel-sel yang sukar diwarnai akan lebih sulit dilunturkan warnanya. Adanya variasi di dalam kecepatan dekolorasi (peluntur) zat warna inilah yang digunakan untuk membedakan berbagai macam jenis bakteri dala pewarnaan gram atau pewarnaan bertingkat (diferensial).

Ada beberapa mazam peluntur zat warna:

a.       Peluntur zat warna bersifat asam, yakni HNO3, HCl, H2SO4, dan campuran asam-asam terssebut dengan alkohol.

b.      Peluntur warna bersifat basa, yakni KOH, NaOH, sabun, dan garam-garam basa.

c.       Peluntur zat warna yang lemah, yaitu alkohol, air, minyak, minyak cengkeh, aseton, dan gliserin.

d.      Garam-garam logam berat: AgNO3, CuSO4.

e.       Garam-garam logam ringan, Na2SO4, MgSO4.

3.        Intensifikasi Pewarnaan

Zat warna dapat diintensifkan dengan beberapa cara misalnya mempertinggi kadar zat warna (60-900C) dan menambahkan suatu mordan. Mordan adalah suatu zat kimia yang dapat menyebabkan sel-sel mikroba dapat diwarnai lebih intensif atau menyebabkan zat warna terikat lebih kuat pada jaringan sel bila dibandingkan dengan cara pewarnaan diberi mordan. Ada beberapa mordan antara lain, mordan basa yatiu, mordan yang bereaksi dengan anion zat zat warna asam yang berwarna, seprti FeSO4, kalium, antimonium tartrat, dan asetil piridinium klorida. Mordan asam yaitu, mordan yang bereaksi dengan zat-zat warna basa. Zat warna ini misalnya asam tanin, asam pikrat (Waluyo, 2008). 

Pewarnaan bakteri

Oleh kerena perbedaan indeks biasan antara bakteri dan kawasan sekelilingnya tidak besar, maka jurang perbezaan optikalnya juga adalah sedemikian. Keadaan ini mengakibatkan sel bakteri sukar untuk diamati. Tambahan pula, perbedaan indeks biasan yang kecil antara komponen-komponen sel bakteri juga menyulitkan substruktur bakteri untuk dilihat. Sebagai langkah untuk mengatasi masalah ini perbedaan warna digunakan untuk memudahkan melihat keseluruhan sel bakteri dan juga untuk mempamerkan substruktur bakteri dan segala-galanya mengenai bakteri dengan lebih terperinci. Pewarnaan juga digunakan untuk menunjukkan taburan dan jenis kimia berbagai-bagai komponen sel serta membedakanantara golongan-golongan bakteri.

Pewarna dan Jenis Pewarnaan

Bahan pewarna boleh dibagikan kepada dua golongan: pewarna acid dan pewarna bes. Pada pewarna acid, ciri pewarnaan adalah bergantung kepada anion (ion negatif) dan pada pewarna basa, ciri pewarnaan bergantung kepada kationnya (ion positif). Pewarna yang digunakan, umumnya, berasal daripada terbitan garam acid bebas kerena bentuk ini lebih larut, mampu menyusup masuk ke dalam sel dengan lebih baik dan pewarnaannya lebih kekal. Bakteri menunjukkan kecenderungan atau afiniti yang kuat terhadap pewarna basa (contoh: safranin, metilena biru, kristal ungu) kerana protoplasma bakteri mempunyai kandungan acid nukleat berkas negatif yang tinggi. Apabila diwarnakan dengan pewarna basa, cat yang negatif ini akan bertindak dengan ion positif pewarna basa. Sebaliknya cat negatif ini akan menolak pewarna acid, dengan demikian hanya latar belakang (kawasan di luar bakteri) saja yang diwarnai. Apabila sel bakteri diwarnakan dengan satu jenis pewarna saja, pewarnaan ini disebut pewarnaan sederhana (simple staining).

Pada umumnya dalam pewarnaan ini, keseluruhan sel bakteri diwarnakan secara sama rata dan substruktur atau komponen-komponen selnya tidak dibedakan. Untuk menunjukkan perbedaan yang wujud di kalangan sel bakteri tertentu, tata cara pewarnaan perbedaan yang menggunakan dua atau lebih pewarna digunakan. Intensiti pewarnaan boleh dipertingkatkan (ataupun supaya sasaran dapat diwarnakan) dengan menggunakan haba dalam keadaan tertentu atau menggunakan bahan kimia (aksentuator) seperti acid asetik, fenol atau anilin. Tindakan aksentuator ini tidak melibatkan pergabungannya dengan pewarna seperti yang berlaku pada mordan.

Mordan adalah bahan kimia yang membolehkan sesuatu pewarna mewarnai sesuatu bahan, atau mordan mempertingkatkan afiniti ataupun kecenderungan pewarna terhadap struktur tertentu. Pewarnaan yang diterangkan setakat ini dikenal sebagai pewarnaan positif kerena yang diwarnai ialah bakteri. Dalam pewarnaan negatif, satu film pewarna gelap meliputi ruang dan celah di antara bakteri-bakteri (latar belakang) dan bakteri tidak diwarnakan. Perlu disadari bahawa ciri-ciri pewarnaan bakteri (serta morfologi) dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti umur kultur dan sumber bakteri, yaitu sama ada berasal daripada spesimen klinikal atau dari kultur pertumbuhan.

 

 

Pewarnaan Gram

Pewarnaan Gram adalah tata cara pewarnaan utama di bidang bakteriologi. Di samping membolehkan bakteri dilihat dengan lebih mudah, pewarnaan ini juga digunakan untuk menggolongkan bakteri. Dalam tata cara pewarnaan Gram, pewarna digunakan secara berlebihan dan kemudian agen penghapus warna atau pembeda digunakan untuk menghilangkan pewarna berkenaan. Bakteri yang mengekalkan pewarna pertama (kristal ungu) disebut sebagai Gram-positif, manakala yang kehilangan pewarna ini dan diwarnai dengan pewarna kedua dinyatakan sebagai Gram-negatif. Larutan iodin Lugol yang digunakan berfungsi sebagai mordan dan pelarut organik seperti alkohol dan aseton digunakan sebagai

pembeda. Pewarna yang digunakan untuk menggantikan pewarna pertama yang dihilangkan oleh pembeza disebut pewarna balas (counter stain). Hasil tindak balas pewarnaan Gram adalah bergantung kepada komposisi dinding sel bakteri yang berkemampuan untuk mengikat pewarna pertama atau tidak. Protoplasma bakteri, dalam hal ini, sentiasa memberikan tindak balas Gram-negatif (Leong, dkk, 1999).

BAB III

METODE KERJA

 

 

3.1 Waktu dan Tempat

            Praktikum tentang pewarnaan dan cara perwarnaan ini dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi dan Bioteknologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Mulawarman pada hari Senin tanggal 22 Maret 2010, pukul 13.00 Wita sampai selesai.

 

3.2 Alat dan Bahan

3.2.1 Alat-alat

1.      Objek gelas

2.      Pipet tetes

3.      Mikroskop

4.      Bunsen burner

5.      Jarum ose

3.2.2 Bahan-bahan

1.      Kristal violet

2.      Alkohol 95%

3.      NaCl

4.      Biakan Staphycoccus aerus

5.      Tinta cicin

6.      Safranin

7.      Lugol’s Iodine

8.      Aquades

 

3.3 Cara Kerja

3.3.1 Pewarnaan sederhana

1.      Dibersihkan objek gelas dari lemak dengan menggunakan alkohol.

2.      Diambil jarum ose, kemudian sterilkan dengan menggunakan bunsen burner.

3.      Diambil media biakan, setelah itu diambil suspensi bakteri dengan perlahan.

4.      Diratakan suspensi yang telah diambil pada gelas objek.

5.      Kemudian diangin-anginkan, lalu diteteskan NaCl 1 tetes, kemudian dikeringkan anginkan.

6.      Kemudian difiksasi diatas lampu Bunsen.

7.      Setelah itu didinginkan dan ditetesi dengan zat warna Kristal violet sebanyak 1 atau 2 tetes.

8.      Kemudian dibiarkan 1-2 menit agar kering.

9.      Setelah itu dicuci dengan air yang mengalir sampai zat warna tercuci. Kemudian dikering anginkan .

10.  Setelah kering preparat diamati di bawah mikroskop.

11.  Digambar bakteri yang tampak pada preparat.

 

3.3.2    Pewarnaan Negatif

1.          Dibersihkan objek gelas dari lemak dengan menggunakan alkohol dan dihangat-hangatkan diatas lampu Bunsen.

2.          Diambil jarum ose, kemudian sterilkan dengan menggunakan bunsen burner.

3.          Diambil media biakan, setelah itu diambil suspensi bakteri dengan perlahan.

4.          Diratakan suspensi yang telah diambil pada gelas objek.

5.          Kemudian diangin-anginkan, lalu diteteskan NaCl 1 tetes, kemudian dikeringkan anginkan.

6.          Diteteskan zat warna tinta cina sebanyak 1 atau 2 tetes, kemudian diratakan dengan objek gelas

7.          Kemudian dikeringkan anginkan.

8.          Setelah itu diamati di bawah mikroskop dan digambar sel-sel bakteri yang didapat.

 

 

3.3.3        Pewarnaan Gram

1.      Dibersihkan objek gelas dari lemak dengan menggunakan alkohol 95%.

2.      Diambil jarum ose, kemudian sterilkan dengan menggunakan bunsen burner.

3.      Diambil media biakan, setelah itu diambil suspensi bakteri dengan perlahan.

4.      Diratakan suspensi yang telah diambil pada gelas objek dan difiksasi di atas lampu bunsen.

5.      Diteteskan NaCl 2 tetes, kemudian dikering anginkan.

6.      Setelah kering, diteteskan lagi zat warna utama berupa Kristal violet sebanyak 1-2 tetes diamkan selama 1 menit.

7.      Kemudian dicuci dengan alkohol 95% selama 30 detik.

8.      Setelah itu dicuci dengan air mengalir dan dikeringkan.

9.      Kemudian di teteskan lagi dengan zat warna safranin sebanyak 2 tetes.

10.  Setelah itu cuci kembali  dengan air yang mengalir dan dikeringkan dengan dianginkan.

11.  Setelah itu diamati di bawah mikroskop dan digambar bentuk sel-sel bakteri yang tampak.

4.2 Pembahasan

            Metode pewarnaan sederhana suatu metode pewarnaan umum dimana dapat digunakan beberapa larutan tunggal zat warna (zat warna tunggal) dengan tujuan untuk melihat bentuk-bentuk sel bakteri. Dalam pewarnaan ini digunakan pewarna Kristal violet, dimana bakteri yang diwarnai akan berwarna ungu (violet). Tujuan dari pewarnaan sederhana adalah memberikan warna gelap pada bakteri sehingga bentuk sel dapat terlihat jelas.

            Metode pewarnaan negatif suatu metode pewarnaan umum dimana digunakan larutan zat warna yang tidak meresap ke dalam sel-sel bakteri melainkan hanya latar belakangnya saja,  sehingga hanya kelihatan atau nampak sebagai bentuk-bentuk yang kosong tidak berwarna (negatif). Pengecatan negatif ini sangat berguna untuk melihat bentuk-bentuk sel yang sesungguhnya, selain itu juga berguna untuk mengukur (pengukuran) bakteri, karena dalam pewarnaan ini sel-sel bakteri tidak ikut terwarnai oleh zat warna atau tidak mengalami perubahan. Di mana dalam pewarnaan ini sel mikroorganisme akan tampak transparan, sedangkan latar belakngnya akan tampak gelap.

            Pada pewarnaan negatif pada bakteri S. aerus akan terlihat bentuk bakteri yang transparan, berbentuk bola, dalam kelompok yang tidak teratur. Pada pewarnaan ini hanya latar belakangnya saja yang di warnai karena untuk melihat bentuk sel-sel dari bakteri yang terlihat transparan, sebab ada beberapa jenis bakteri yang tidak bisa diwarnai dengan zat warna basa. Dengan mewarnai latar belakangnya saja diharapkan dapat melihat bentuk sel-sel bakteri yang sesungguhnya dan terlihat transparan.

            Metode pewarnaan gram adalah pewarnaan diferensial yang sangat berguna dan paling banyak digunakan dalam pewarnaan bakteri, karena merupakan tahapan penting dalam langkah awal identifikasi. Pewarnaan ini didasarkan pada tebal atau tipisnya lapisan peptidoglikan di dinding sel dan banyak sedikitnya lapisan lemak pada membran sel bakteri. Jenis bakteri berdasarkan pewarnaan gram dibagi menjadi dua yaitu gram positif dan gram negatif. Bakteri gram positif memiliki dinding sel yang tebal dan membran sel selapis. Sedangkan baktri gram negatif mempunyai dinding sel tipis yang berada di antara dua lapis membran sel kegunaannya yaitu, untuk melihat atau mengamati bentuk-bentuk sel bakteri dan memberikan sifat reaksi pewarnaan bakteri yang dapat diketahui dengan melihat apakah termasuk negatif- gram (berwarna merah) atau positif-gram (berwarna biru).

            Fungsi dari zat warna yang digunakan antara lain:

a.       Safranin berfungsi sebagai zat warna yang memberi warna kontras pada bakteri dengan memberikan warna merah.

b.      Kristal violet yaitu zat warna yang memberikan atau menunjukkan sifat pewarnaan negatif dengan memberikan warna ungu pada bakteri yang peka terhadap zat warna basa.

c.       Zat warna Iodine berfungsi sebagai zat warna pengikat ikatan warna, sehingga warna yang dihasilkan lebih jelas.

d.      Tinta warna berfungsi memberikan warna biru tua atau gelap pada latar belakang dari preparat atau apusan bakteri.

Perbedaan dari bakteri gram negatif dan gram positif yaitu, bakteri gram positif memiliki dinding sel yang tebal dan membran sel selapis. Sedangkan bakteri gram negatif mempunyai dinding sel tipis yang berada di antara dua lapis membran sel kegunaannya yaitu, untuk melihat atau mengamati bentuk-bentuk sel bakteri dan memberikan sifat reaksi pewarnaan bakteri yang dapat diketahui dengan melihat apakah termasuk negatif-gram (berwarna merah) atau positif-gram (berwarna biru).

Morfologi dari S. aureus:

            Sel berbentuk bola, berdiameter 0,5 sampai 1,5 µm, terdapat tumggal dan berpasangan dan secara khas membelah diri pada lebih dari satu bidang, sehingga membentuk koloni yang tidak teratur. Merupakan gram positif dengan dinding sel mengandung dua komponen utama peptidoglikan serta asam tekoat. Tumbuh lebih cepat dalam keadaan aerobic dengan suhu optimum 350C-400C, berasosiasi dengan kulit, kelenjar kulit dan selaput lender hewan berdarah panas.

            Bakteri positif memiliki sifat mampu bereaksi dengan zat warna yang bersifat asam, sedangkan bakteri negatif dapat bereaksi dengan zat warna yang bersifat basa. Karena pada zat warna basa memberikan muatan positif dan zat warna asam memberikan muatan negatif.

BAB V

PENUTUP

 

 

5.1 Kesimpulan

            Dari praktikum kali ini diperoleh sebuah kesimpulan yaitu:

1.      Tujuan dari dilakukannya pewarnaa bakteri adalah memudahkan kita melihat mikroba di bawah mikroskop, memperjelas ukuran dan bentuk mikroba, melihat struktur luar dan dalam dari bakteri dan menghasilkan ciri khas dari bakteri dengan zat warna.

2.      Bentuk bateri yang dihasilkan dalam pewarnaa sangat bervariasi sesuai dengan jenis bakteri yang diwarnai, misalnya: bulat, berantai, dan memanjang.

3.      Faktor-faktor yang mempengaruhi pewarnaan bakteri: pembuatan preparasi yang harus diperhatikan, waktu dekolorisasi yang merupakan fase kritis, dan ketelitian dalam melakukan prosedur kerja agar tidak terjadi kesalahan.

 

 

5.2 Saran

            Untuk praktikum selanjutnya agar dapat mengunakan bakteri Bacillus subsutilis, agar bisa membandingkan hasil pewarnaan dan bentuk dari bakteri ini.

DAFTAR PUSTAKA

 

 

Budiyanto, A. K. 2002. Mikrobiologi Terapan. Penerbit Muhammadiyah Malang: Malang.

Dwidjoseputro, D. 1981. Dasar-Dasar Mikrobiologi. Djambatan: Jakarta.

Loeng, Y. K, Abdul H. A. A, Mohm. S. M. Y. 1999. Mikrobiologi Makmal. Penerbit Universiti Kebangsaan Malaysia: Selangor, Malaysia.

Waluyo, Lud. 2008. Teknik dan Metode Dasar dalam Mikrobiologi. UPT. Penerbit UMM: Malang.