Tacca palmata

Tacca palmata
freelance

Jumat, 30 Oktober 2015

Kemarau Melanda Desa Ku, Kering Danau Ku, Hilang Ikan Ku..

Kalimantan Timur adalah sebuah provinsi yang dialiri oleh sungai besar yang bernama sungai Mahakam. Ditepi sungai inilah berdiri sebuah istana-istana kerjaan lama yang kita kenal kerajaan Kutai Kartanegara, Kerjaan Sri bangun, Kerjaan Ing Martadipura. Dimana kita sebagai orang awam tidak pernah tahu bagaimana silsilah itu bisa muncul dan yang tersisa saat ini adalah kerjaan yang berdiri kokoh dengan nama Kutai Kartanegara Ing Martadipura. Disungai yang besar ini, banyaklah ditemukan beberapa danau yang cukup besar, diantaranya danau Semayang, Danau Jempang, Danau Uwis, Danau Batu Bumbun. Problem yang dihapai olah masyarakat sepanjang sungai adalah jika pada saat musim kemarau tiba. beberapa danau akan mengalami penyusutan debit air yang sangat drastis. Pengendapan dan peningkatan sendimen lumpur membuat danau menjadi dangkal dan hadirnya tumbuhan invasi seperti enceng gondok (Echornia crassipes) dan tumbuhan invasi lainnya embuat pendakngkalan terus meningkat setiap tahunnya. Beberapa masyrakat lokal pun, sudah mengajukan kepemerintah daerah untuk mengajukan pengerukan danau sehingga jika musim hujan tiba, daerah-daerah disekitar aliran sungai Mahakam tidak megalami dampak banjir karena air melimpah dan tidak terdapat penampungan berupa danau yang dalam. Kemarau panjang seperti pada tahun 2014 dan 2015 membuat beberapa danau bisa ditanami dengan pada, meskipun merupakan peluang, tetapi bagi keanekragaman ikan akan mengalami penyusutan. Beberapa mamalia air seperti pesut mobilitasnya juga akan terganggu yang diakibatkan oleh penyusutan debit air yang drastis, sehingga membuat jalur migrasi Mamalia air pesut ini terganggu dan bisa mengancam dirinya jika berada dan terjebak disalah satu rute yang mengalami kekeringan bisa mengakibatkan kematian. Salah satu Danau yang menjadi area konservasi Ikan tradisional masrakat Kutai Muara Muntai juga terancam. Pendangkalan terus terjadi dan kekeringan membuat area luas danau pada musim kemarau sangat berbeda dan berukurang sampai 200 meter persegi. Padahal danau ini merupakan tempat bertelur ikan dan tidak sembarangan orang yang diijinkan masuk. Pada saat kemarau juga menyebabkan pencurian ikan oleh oknum-oknum yang hanya mencari untung juga meningkat, karena luas area penangkapan berkurang dan terpusa pada tengah-tengah danau yang berair saja. Penggunaan sterum ikan merupakan teknik yang sangat merugikan bagi kelestarian ikan sehingga membuat penurunan jumlah ikan dan jumlah tangkapan masyarakat yang bergantung pada ikan sungai Mahakam pun berkurang. Kesadaran Pemerintah derah yang tidak peduli ini membuat problem kekeringan disaat kemarau, kebanjiran di saat hujan ini tidak terselesaikan oleh pemerintah daerah. Seandainya pemerintah daerah serius dan tidak mencari untung dari uang Proyek yang berujung Korupsi, dengan melakukan pengerukan dan restorasi di sekitar danau dapat mengurang masalah banjir yang menimpa daerah di sepanjang sungai. Budaya melestarikan kearifan lokal dari kehidupan kita sudah sangat luntur sekali, yang dibutakan oleh materil dan kehidupan kota berkembang yang tidak menggunakan ilmu pengetahuan secara menyeluruh dan terlihat setengah-setengah dengan alasan anggan. Dimanakah katanya Orang Indonesia memiliki rasa Gotong Royong yang terkenal itu.

Jumat, 12 Oktober 2012

Rhizanthes lowii of malinau

Rhizanthes lowii Jenis bunga ini dapat ditemukan di kabupaten malinau. Tepatnya di desa long berang yang merupakan daerah pemukiman dari masyarakat dayak Lundayeh. Lokasi penemuan terletak pdi daerah air terjun Kembar yang terletak di belakang bekas makam seorang Misionaris (CMA) yang bernama Ny.Fiolla Presswood yang merupakan istri dari Tn. EW Presswood Wahyu keduanya merupakan Misionaris dari USA yang datang ke daerah Malinau Pada tahun 1932. 
bunga yang tergolong langka ini sangat di harapkan keterjagaan keberadaannya sehingga dapat di jadikan pusat pendidikan dan studi ilmu pengetahuan. ketidak tahuan dari masyarakat lokal membuat tumbuhan ini tidak mendapat perhatian yang khusu dari aparat desa setempat. padahal perlu diketahui tumbuhan ini merupakan suatu kekayaan biodiversitas dari malinau yang patu di jaga dan lestarikan. Salam Konservasi.

Sabtu, 29 September 2012

Buah Lai

Klasifikasi kingdom: Plantae super divisi: Spermatophyta divisi: Magnoliophyta kelas: Magnoliopsida sub kelas: Dilleniidae ordo: Malvales famili: Bombacaceae genus: Durio spesies: Durio kutjensis (Hassk.)Becc Tumbuhan ini dahulunya merupakan jenis tumbuhan buah endemik pulau kalimantan. tumbuhan yang dikenal dengan sebutan buah Lai (KUTAI)ini memiliki ciri daging buah berwarna kuning atau orange tua. memiliki rasa yang khas dan berbeda dengan rasa durian lainnya. bau dari durian ini tidak begitu menyengat seperti bau durian biasanya. jenis lai ini saat ini merupakan komoditas yang lagi dikembangkan di dunia perkebunan buah.dimana saat ini lahir beberapa jenis lai unggulan yang sedangkan dikembangkan seperti lai batuah. tumbuhan ini penyebarannya meliputi daerah kalimantan bagian selatan, timur hingga ke bagian utara (Kab. NUNUKAN dan Malinau). setiap suku di Kalimantan memiliki nama sendiri untuk penyebutan buah lai ini.

Bentuk Stomata pada daerah yang udaranya tercemar

Stomata merupakan bagian dari tumbuhan yang berfungsi sebagai organ tempat terjadinya serkulasi udara (oksigen dan karbon). Dimana stomata ini berperan dalam proses respirasi dan fotosintetis tumbuhan. pada malam hari tumbuhan melakukan respirasi dengan menghirup oksigen dan mengeluarkan karbon, oleh karena itu banyak orang mengatakan keluar pada malam hari itu tidak baik, karena tumbuhan mengeluarkan gas karbon dioksida yang dapat menyebabkan keracunan jika terhirup manusia. bentuk stomata tumbuhan pada daerah yang tercemar dengan daerah yang tidak tercemar memiliki perbedaan yang sangat mencolok. Pada daerah tercemar stomata akan terlihat sangat rapat dan tebal seperti gambar di atas. sedangkan pada stomata tumbuhan yang tidak tercemar akan terlihat renggang dan bibir stomata tipis. tumbuhan yang memiliki stomata yang tebal biasanya tumbuhan yang tumbuh di pinggir jalan raya, jalan logging perusahaan batu bara. jalan berdebu. tumbuhan seperti glodokan (Polyalthia sp.), angsana, dan tumbuhan lain yang terletak di daerah yang udaranya tercemar.

Senin, 14 November 2011

Selasa, 25 Oktober 2011

tanaman obat

Secang atau sepang (Caesalpinia sappan L.) adalah tumbuhan berwujud pohon anggota suku polong-polongan (Fabaceae).

Tumbuhan ini berasal dari Asia Tenggara maritim dan mudah ditemukan di Indonesia. Kulit kayunya dimanfaatkan orang sebagai bahan pengobatan, pewarna, dan minuman penyegar. Hingga abad ke-17 kulit kayunya menjadi bagian dari perdagangan rempah-rempah dari Nusantara ke berbagai tempat di dunia. Ia dikenal dengan berbagai nama, seperti seupeueng (Aceh), sepang (Gayo), sopang (Toba), lacang (Minangkabau), secang (Sunda), secang (Jawa), secang (Madura), sepang (Sasak), supa (Bima), sepel (Timor), hape (Sawu), hong (Alor), sepe (Roti), sema (Manado), dolo (Bare), sapang (Makasar), sepang (Bugis), sepen (Halmahera selatan), savala (Halmahera Utara), sungiang (Ternate), roro (Tidore), sappanwood (Inggris), dan suou (Jepang).

Kerabat dekatnya, kayu brazil (C. echinata), juga dimanfaatkan untuk hal yang sama.

Tumbuhan berbentuk pohon atau perdu, tinggi mencapai 6m. Kayu silinder, warna hijau kecoklatan. Daun majemuk menyirip ganda khas Caesalpinioideae, panjang 25-40 cm, anak daun 10-20 pasang, bentuk lonjong, pangkal rompang, ujung bulat, tepi rata, panjang 10-25 mm, lebar 3-11 mm, hijau. Bunga tersusun majemuk, bentuk malai, di ujung batang, panjang 10-40 cm, kelopak lima, hijau, benang sari 15 mm, putik panjang 18 mm, mahkota bentuk tabung, kuning. Buah tipe polong, panjang 8-10 cm, lebar 3-4 cm, ujung seperti paruh, berisi 3-4 biji, hitam. Biji bulat panjang, panjang 15-18 mm, lebar 8-11 mm, tebal 5-7 mm, kuning kecoklatan. Akar tunggang, coklat kotor.

Kerajaan: Plantae
Divisi: Magnoliophyta
Kelas: Magnoliopsida
Ordo: Fabales
Famili: Fabaceae
Upafamili: Caesalpinioideae
Genus: Caesalpinia
Spesies: C. sappan L

Kamis, 13 Oktober 2011

perkecambahan

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Tujuan Praktikum
- Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan kecambah
- Mengetahui pengertian dari perkecambahan
- Mengetahui jenis hormon yang mempengaruhi dalam perkembangan perkecambahan.

1.2 Tinjauan Pustaka
Pada setiap tahap dalam kehidupan suatu tumbuhan, sensitivitas terhadap lingkungan dan koordinasi respons sangat jelas terlihat. Tumbuhan dapat mengindera gravitasi dan arah cahaya dan menanggapi stimulus-stimulus ini dengan cara yang kelihatannya sangat wajar bagi kita. Seleksi alam lebih menyukai mekanisme respons tumbuhan yang meningkatkan keberhasilan reproduktif, namun ini mengimplikasikan tidak adanya perencanaan yang disengaja pada bagian dari tumbuhan tersebut (Kimball,1996).
Perkecambahan merupakan permulaan kembali pertumbahan tumbuhan embrio didalam biji. Yang di perkannya ialah suhu yang cocok, banyaknya air yang memadai dan cukup bagi satu spesies mungkin tidak demikian bagi yang lain, namun untuk tiap spesies harus dipenuhi tiga kondisi. Periode dormasi juga merupakan persyaratan bagi perkecambahan banyak biji sebagai contoh, biji buah apel hanya dapat berkecambah setelah masa dingin yang lama. Ada bukti bahwa pencegah kimia terdapat di dalam bijinya ketika terbentuk. Pencegah ini lambat laun akan dipecah pada suhu rendah samapai tidak lagi memadai untuk menghalangi perkecambahan ketika kondisi lainnya menjadi baik (Kimball,1996).
Bagi banyak tumbuhan angiospermae di gurun pasir mempunyai pencegah yang telah terkikis oleh air dalam tanah. Dalam proses ini lebih banyak air diperlukan daripada yang harus ada untuk perkecambahan itu sendiri, terbuka terhadap cahaya untuk waktu yang sesuai juga merupakan persyatan yang penting bagi perkecambahan untuk beberapa kasus. Biji-biji beberapa tumbuhan rawa hanya akan berkecambah setelah lama terkena cahaya matahari. Sebaliknya biji tumbuhan gurun pasir tertentu justru terhalang kalau terlalu lama terkena cahaya (Kimball,1996).
Gerakan Pertumbuhan
Kecuali gerakan turgor, tumbuhan bereaksi terhadap perubahan di alam sekitarnya dengan pertumbuhan. Tentu saja respon jenis ini perlu jangka waktu yang lama dari pada respon turgor atau respon sistem sarap pada hewan. Respon pertumbuhan dapat mengkibatkan bagian tumbuhan cepat tumbuh dari pada bagian lainnya. Respon seperti ini menghasilkan gerakan yang pasti tetapi relatif sensitif lamban. Pada tumbuhan dikenal dua macam gerakan pertumbuhan sebagai respon gerakan pertumbuhan sebagai respon terhadap rangsangan dari luar (Kimball,1996).
1. Gerakan nasti, ialah respon yang tidak ditentukan oleh arah asal rangsangan luar yang mengenai organisme. Bunga-bunga tertentu merekah setelah matahari terbit adalah contoh dari gerakan nasti.
2. Tropisme, ialah gerakan pertumbuhan yang arahnya ditentukan oleh arah rangsangan yang mengenai tumbuhan. Jika bagian yang tumbuh ke arah asal rangsangan tropisme itu positif, pertumbuhan ke arah yang berlawanan dengan arah rangsangan merupakan tropisme negatif.
Selain gerakan pertumbuhan, kita tahu bahwa beberapa perubahan perkembangan penting pada tumbuhan terjadi sebagai respon terhadap rangsangan lingkungan. Perkecambahan biji, perkembangan kembali tumbuhan tahunan pada musim semi, dan perkembangan bunga dimulai sebagai hasil picuan lingkungan. Masalah pengertian bagaimana tumbuhan bereaksi terhadap perubahan di alam sekitarnya ada dua macam. Yang pertama, kita harus mengetahui bagaimana tumbuhan mendeteksi rangasangan khusus. Yang kedua, kita harus mengetahui bagaimana berbagai jaringan tumbuhan itu terkoordinasi untuk bertindak terhadap respon tadi (Kimball,1996).
Walaupun tumbuhan tidak memiliki sistem saraf, tumbuhan mempunyai berbagai mekanisme sehingga dapat bereaksi terhadap perubahan dialam sekitar. Tumbuhan bereaksi terhadap arah cahaya, panjang gelombang, dan lam pengenaan cahaya. Tumbuhan bereaksi terhadap gravitasi dan suhu. Semua respon ini memerlukan suatu cara (fitokrom, karotenoid) pendeteksian di alam sekitar. Mekanisme detektor ini dapat ditempatkan pada kuncup terminal atau daun atau dimana saja. Bila rangsangan itu sudah terdeteksi maka tanaman ini memerlukan sistem komunikasi agar memungkinkan semua bagian tanaman bereaksi denagn cara yang baik lagi terkordinasi. Sistem komunikasi bias terdiri dari pengaruh kimiawi misalnya auksin, florigen yang diangkut dalam floem (Kimball,1996).
Istilah auksin berasal dari bahasa Yunani yaitu auxien yang berarti meningkatkan. Auksin ini pertama kali digunakan Frits Went, seorang mahasiswa pascasarjana di negeri Belanda pada tahun 1962, yang menemukan bahwa suatu senyawa yang belum dapat dicirikan mungkin menyebabkan pembengkokan koleoptil oat ke arah cahaya. Fenomena pembengkokan ini dikenal dengan istilah fototropisme. Senyawa ini banyak ditemukan Went didaerah koleoptil. Aktifitas auksin dilacak melalui pembengkokan koleoptil yang terjadi akibat terpacunya pemanjangan pada sisi yang tidak terkena cahaya matahari (Salisbury,1995).
Auksin yang ditemukan Went, kini diketahui sebagai Asam Indole Asetat (IAA) dan beberapa ahli fisiologi masih menyamakannya dengan auksin. Namun tumbuhan mengandung 3 senyawa lain yang strukturnya mirip dengan IAA dan menyebabkan banyak respon yang sama dengan IAA. Ketiga senyawa tersebut dapat dianggap sebagai auksin. Senyawa-senyawa tersebut adalah asam 4-kloroindol asetat, asam fenilasetat (PAA) dan asam Indolbutirat (IBA) (Dwidjoseputro,1992).
Para ahli fisiologi telah meneliti pengaruh auksin dalam proses pembentukan akar lazim, yang membantu mengimbangkan pertumbuhan sistem akar dan sistem tajuk. Terdapat bukti kuat yang menunjukkan bahwa auksin dari batang sangat berpengaruh pada awal pertumbuhan akar. Bila daun muda dan kuncup, yang mengandung banyak auksin, dipangkas maka jumlah pembentukan akar sampling akan berkurang. Bila hilangnya organ tersebut diganti dengan auksin, maka kemampan membentuk akar sering terjadi kembali. Auksin juga memacu perkembangan akar liar pada batang. Banyak spesies berkayu, misalnya tanaman apel (Pyrus malus), telah membentuk primordia akar liar terlebih dahulu pada batangnya yang tetap tersembunyi selama beberapa waktu lamanya, dan akan tumbuh apabila dipacu dengan auksin. Primordia ini sering terdapat di nodus atau bagian bawah cabang di antara nodus. Pada daerah tersebut, pada batang apel, masing-masing mengandung sampai 100 primordia akar. Bahkan, batang tanpa primordia sebelumnya kan mampu menghasilkan akar liar dari pembelahan lapisan floem bagian luar (Salisbury, 1995).
Cahaya mempengaruhi perkecambahan dengan tiga cara, yaitu dengan intensitas (kuantitas) cahaya, kualitas cahaya (panjang gelombang) dan fotoperiodisitas (panjang hari). Cahaya dengan intensitas tinggi dapat meningkatkan perkecambahan pada biji-biji yang positively photoblastic (perkecambahannya dipercepat oleh cahaya); jika penyinaran intensitas tinggi ini diberikan dalam durasi waktu yang pendek. Hal ini tidak berlaku pada biji yang bersifat negatively photoblastic (perkecambahannya dihambat oleh cahaya). Biji positively photoblastic yang disimpan dalam kondisi imbibisi dalam gelap untuk jangka waktu lama akan berubah menjadi tidak responsif terhadap cahaya, dan hal ini disebut skotodormant. Sebaliknya, biji yang bersifat negatively photoblastic menjadi photodormant jika dikenai cahaya. Kedua dormansi ini dapat dipatahkan dengan temperatur rendah. Yang menyebabkan terjadinya perkecambahan adalah daerah merah dari spektrum (red; 650 nm), sedangkan sinar infra merah (far red; 730 nm) menghambat perkecambahan. Efek dari kedua daerah di spektrum ini adalah mutually antagonistic (sama sekali bertentangan). Jika diberikan bergantian, maka efek yang terjadi kemudian dipengaruhi oleh spektrum yang terakhir kali diberikan. Dalam hal ini, biji mempunyai 2 pigmen yang photoreversible (dapat berada dalam 2 kondisi alternatif).
Kebutuhan akan cahaya untuk perkecambahan dapat diganti oleh temperatur yang diubah-ubah. Kebutuhan akan cahaya untuk pematahan dormansi juga dapat digantikan oleh zat kimia seperti KNO3, thiourea dan asam giberelin. Faktor-faktor yang menyebabkan dormansi pada biji dapat dikelompokkan dalam: (a) faktor lingkungan eksternal, seperti cahaya, temperatur, dan air; (b) faktor internal, seperti kulit biji, kematangan embrio, adanya inhibitor, dan rendahnya zat perangsang tumbuh; (c) faktor waktu, yaitu waktu setelah pematangan, hilangnya inhibitor, dan sintesis zat perangsang tumbuh. Dormansi pada biji dapat dipatahkan dengan perlakuan mekanis, cahaya, temperatur, dan bahan kimia. Proses perkecambahan dalam biji dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu proses perkecambahan fisiologis dan proses perkecambahan morfologis. Sedangkan dormansi yang terjadi pada tunas-tunas lateral merupakan pengaruh korelatif dimana ujung batang akan mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan bagian tumbuhan lainnya yang dikenal dengan dominansi apikal. Derajat dominansi apikal ditentukan oleh umur fisiologis tumbuhan tersebut.
Perkecambahan biji adalah kulminasi dari serangkaian kompleks proses-proses metabolik, yang masing-masing harus berlangsung tanpa gangguan. Tiap substansi yang menghambat salah satu proses akan berakibat pada terhambatnya seluruh rangkaian proses perkecambahan. Beberapa zat penghambat dalam biji yang telah berhasil diisolir adalah soumarin dan lacton tidak jenuh; namun lokasi penghambatannya sukar ditentukan karena daerah kerjanya berbeda dengan tempat di mana zat tersebut diisolir. Zat penghambat dapat berada dalam embrio, endosperm, kulit biji maupun daging buah.
Biji-bijian dari banyak spesies tidak akan berkecambah pada keadaan gelap, biji-biji itu memerlukan rangsangan cahaya. Karena itu kelihatannya perkecambahan yang dikendalikan cahaya merupakan satu adaptasi tanaman yang tidak toleran terhadap penaungan. Cahaya sendiri memiliki suatu intensitas, kerapatan pengaliran atau intensitas menunjukkan pengaruh primernya terhadap fotosintesis dan pengaruh sekundernya pada morfogenetika pada intensitas rendah, tetapi sebagian memerlukan energi yang lebih besar.
Ekologi tanaman dalam kaitannya dengan intensitas cahaya diatur oleh dua hal yaitu penempatan daun dalam posisi dimana akan diterima intersepsi cahaya maksimum. Berarti diatas kanopi dan didalam komunitas yang kompleks sebagian besar daun tesebut tidak dapat mencapainya. Karena itu sebagian besar dari daun akan berada pada intensitas cahaya yang kurang dari yang dibutuhkan. Fotosintesis dimaksimumkan untuk energi yang diterima, dengan anggapan keadaan ini menjadi dibawah titik jenuh cahaya untuk fotosintesis normal, sehingga tetap dalam kesinambungan neto karbon yang positif (pengikatan CO2 untuk fotosintesis lebih besar daripada jumlah yang dikeluarkan pada respirasi dan hasil karbohidrat). Sehelai daun yang berada pada keseimbangan C yang negatif akan memerlukan gula yang diambil dari sisa tanaman dan akan mengurangi ketegaran secara menyeluruh. Adanya penyinaran sinar matahari akan menimbulkan cahaya. Sedang cahaya sangat dibutuhkan untuk :Pembentukan zat warna hijau (chlorophyll), Pertumbuhan tanaman dan kualitas dari pada produksi. Tanaman yang kurang cahaya matahari pertumbuhannya lemah, pucat dan memanjang. Setiap jenis sayuran menghendaki syarat-syarat yang sangat berlawanan, ada suatu jenis yang menghendaki penyinaran panjang, ada pula yang pendek. Yang dimaksud penyinaran panjang ialah lebih dari 12 jam, sedang penyinaran pendek kurang dari 12 jam (Anonim, 2008).





















BAB V
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Dari percobaan perkembangan perkecambahan ditempat terang dan gelap yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa;
- faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan perkecambahan yaitu faktor cahaya, suhu, temperatur, lingkungan dan pH.
- Suatu tahap awal perkembangan suatu tumbuhan khususnya tumbuhan biji dawali dengan penyerapan.
- Hormone yang membantu dalam perkembangan dan pertumbuhan kecambah ialah auksin, giberelin, asam abisat.
4.2. Saran
Pada percobaan selanjutnya dharapkan kepada praktikan agar lebih teliti dan rajin dalam melakukan pengamatan agar hasil yang didapat sesuai dengan yang kita harapkan.













DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 2008. Auksin. http://id.wikipedia.org/. diakses pada tanggal 10 Maret 2010 pukul 20:41 WIT : Samarinda.

Anonim, 2008. Hormon. http://id.wikipedia.org/. diakses pada tanggal 7 Juni 2010 pukul 11:41 WIT : Samarinda.

Dwidjoseputro, D., 1992. Pengantar Fisiologi Tumbuhan. Gramedia : Jakarta.
Kimball, John W., 1992. Biologi Edisi Kelima Jilid 2. Erlangga : Jakarta.
Salisbury, F.B. dan Ross, C.W., 1995. Fisiologi Tumbuhan Jilid 2. ITB Press. Bandung.

Selasa, 11 Oktober 2011